Kulit Singkong Cegah Logam

302 dibaca

teknokra.co : Indonesia penghasil singkong terbesar ketiga di dunia. Lampung, selain terkenal dengan hasil kebun coklat dan lada, juga menjadi provinsi produksi singkong.


Secara umum singkong-singkong tersebut diolah menjadi makanan ringan atau sebagai bahan baku pembuatan sagu. Sementara itu, kulit singkong banyak dibuang karena dianggap tak punya nilai guna bagi masyarakat. Pemanfaatannya hanya sebatas untuk pakan ternak. Hal inilah yang kemudian memicu penelitian Dosen Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam (FMIPA) Unila, Prof. Suharso dan rekannya Buhani yang dibantu dua mahasiswa Kimia Septian Erisadewo dan Misbahuddin Nur. Hampir tiga tahun penelitian dilakukan. Hasilnya kulit singkong mampu mengurangi kadar logam berat pada limbah industri.

Limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang mampu mengurangi kadar logam berat berbahaya. Logam-logam yang dapat diserap seperti timbal (Pb (II)), tembaga (Cu (II)), dan cadmium (Cd (II)). Disebut logam berat berbahaya karena konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya.

Logam berat berbahaya dari limbah industri diindikasi dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, makanan, dan minuman. Logam timbal tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, sehingga bila mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh logam, dapat mengganggu kesehatan manusia.

Bila terkonsumsi, tubuh manusia akan mengeluarkannya zatnya sebagian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Adanya logam Pb dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurolog (susunan saraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem saraf, dan gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, dapat menurunkan IQ pada anak kecil jika terdapat 10-20 myugram/dl dalam darah.

Tidak seperti logam Pb, logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga kadar Cu di dalam tubuh agar seimbang. Kebutuhan tubuh per hari akan Cu adalah 0,05 mg/kg berat badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi Cu pada tubuh manusia normal. Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut.

Kadmium—logam putih (Cd) jika berakumulasi dalam jangka waktu lama dapat menghambat kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, dermatitis (radang kulit), pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, serta gangguan kardiovaskuler (berhubungan dengan jantung dan pembuluh darah). Kadmium juga merusak tulang (osteomalacia, osteoporosis) dan meningkatkan tekanan darah. Gejala umum keracunan Kadmium adalah sakit di dada, nafas sesak, batuk-batuk, dan lemah.

Suharso mengatakan, limbah kulit singkong berpotensi mengikat ion logam berat karena mengandung sellulosa non-reduksi. Ia juga memiliki kelebihan lain, selain biaya yang lebih murah, efektif, tidak memiliki efek samping juga bahan yang mudah didapat.

Cara pemanfaatan limbah singkong, diawali dengan membersihkan bagian kulit singkong yang berwarna putih untuk kemudian dihaluskan hingga menyerupai serbuk. Selanjutnya, diaktifiasi (diaktifkan) sebanyak dua kali. Pertama mereaksikannya dengan asam nitrat (HNO3) 0,3 M dengan cara merendamnya selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan bio molekul terlarut yang mungkin berinteraksi dengan ion logam. Selanjutnya, dicuci dengan air bebas ion sampai diperoleh derajat keasaman (pH) 7,1 dan dikeringkan di udara. Setelah itu, direaksikan kembali dengan asam merkaptoasetat (MAA) 0,5 M atau 1 M. Terakhir, diaduk selama 24 jam pada suhu 30 °C dan keasaman 7,1.

Dengan tahapan-tahapan yang telah dilakukan, limbah kulit singkong akan mengalami modifikasi gugus. Modifikasi ini menghasilkan gugus hidroksil dan sulfohidril pada biomassa kulit singkong. Adanya kedua gugus ini mengakibatkan pengikatan ion logam dapat terjadi.

Biomassa yang telah dimodikifasi ini dapat dimanfaatkan dengan cara memadatkan biomassa pada sebuah wadah. Wadah tersebut kemudian diletakkan di pipa pembuangan limbah industri dengan dilengkapi penyaring yang sesuai. Penyaring ini berfungsi agar biomassa tidak ikut mengalir bersama air saat melewati pipa. Teknik kedua pemanfaatan biomassa ini adalah dengan teknik menyerupai teh celup. Lalu, dengan cara yang hampir sama, diletakkan di pipa pembuangan limbah industri. Dengan demikian, air limbah industri yang keluar kadar logam beratnya akan berkurang.

Suharso mengatakan, penemuan ini rencananya akan diujicobakan ke industri-industri yang ada di sekitar Bandar Lampung. Industri yang akan dituju adalah industri yang dianggap mencemari lingkungan dan limbahnya mempunyai kandungan logam berat. “Harapannya dapat secepat mungkin diaplikasikan dan kerjasama dengan industri dapat terjalin. Penemuan tanpa aplikasi akan percuma,” ujar Suharso.

 

Exit mobile version