Wansus  

Investigasi Lahir Dari Pemikiran Besar

Jurnalis Profesional
412 dibaca

teknokra.co : Meninggalnya Michael Antonio Tuason De Guzman, tak membuat Bondan Winarno percaya begitu saja. Ia pikir, tak mungkin orang macam De Guzman meninggal bunuh diri. Kecurigaan Bondan muncul

saat mayat De Guzman yang jatuh dari helikopter di ketingggian 800 kaki, sudah tak dapat teridentifikasi, badaannya hangus. Bondan menduga De Guzman belum lah meninggal. Mayat hangus yang ditemukan di hutan itu dicurigai bukan De Guzman. Mana mungkin mayat ditemukan dalam hutan lebat dalam waktu beberapa hari saja.

Di pemakaman Fillipina juga tak ada tanda-tanda keluarga ziarah. Tak ada bunga di pemakamannya. Menurut penjaga makam tradisi di Fillipina, usai pemakaman keluarga korban biasanya berziarah.

De Guzman seorang Manajer perusahaan Bre x. Ia ahli geologi. De guzman memberitahu kepada publik bahwa di Kalimantan terdapat bongkahan emas. Dari situ, nilai saham perusahaan terus naik. Banyak investor berebut membeli saham Bre x.

Pencarian fakta dimulai. Bondan pergi ke Fillipina tempat sang istri De Guzman

tinggal. Istri De Guzman menolak untuk ditemui Bondan. Berkali-kali, hingga sang istri bosan. Melalui telepon juga sudah pernah dicobanya. Dengan keramahan dan kerendahan hati Bondan, istri De Guzman luluh. Ia mewawancarainya. Namanya Geni. Perbincangan asyik. Sang istri memberi petunjuk bahwa suaminya itu memiliki gigi palsu.

Segera Bondan menuju ke rumah sakit tempat De Guzman diotopsi. Tes DNA sudah dilakukan. Hasilnya positif. Keterangan dari dokter mayat itu benar De Guzman. Hasil otopsi tak ada gigi palsu pada mayat yang ditemukan di hutan itu.

Sepenggal cerita dalam buku Bre-X sebongkah Emas di Kaki Pelangi karya Bondan Winarno itu merupakan jurnalisme investigasi. Itu disampaikan Editor Majalah Tempo Metta Dharmasaputra pada Kursus Investigatif Reporting (7-11/6) di Jakarta.

Meta pernah meliput soal skandal Bank Century. Peliputannya butuh waktu lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ia berhasil menyajikan liputan mendalam karena membuat bank data hasil liputannya. “Bila ada suatu topik yang sama, tinggal melihat data yang dulu. Itu cukup membantu bagi seorang wartawan dalam melakukan reportase,” ujar Metta.

Metta sedih melihat media di Indonesia masih berupa omongan, kurang data pendukung. Bahkan ada wartawan yang akan meliput dengan membuka dan melihat info di twitter-nya.

Investigative berasal dari kata Latin vestigum, yang berarti jejak kaki. Investigative reporting berarti membawa pulang jejak kaki dari tempat lain. investigative reporting merupakan kegiatan peliputan untuk mencari, menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta adanya pelanggaran, kesalahan, penyimpangan, atau kejahatan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat.

Investigative reporting bukanlah pekerjaan yang semata-mata untuk membongkar aib pihak-pihak tertentu, menjatuhkan lawan atau membunuh karakter orang lain. Investigative reporting bertujuan mulia, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dari apa yang dirahasiakan oleh pihak lain yang merugikan kepentingan umum.

Menulis investigasi bukan tanpa hambatan. Kendalanya waktu, dana, sumber informasi, keraguan editor, tantangan dari perusahaan tempat bekerja dan ancaman keselamatan jadi tantangan tersendiri.

Topik investigasi dipilih yang menarik minat publik dan punya magnitude kuat. Ketokohan pelaku, besaran nilai korupsi/kerugian, kepentingan publik/negara dan bersifat eksklusif. Ada trik yang ditawarkan Metta. Pelajari kronologi peristiwa, perhatikan skema kasusnya, dan lihat struktur organisasi atau perusahaan.

George Junus Aditjonro penulis buku Gurita Cikeas juga turut jadi pembicara. Kuncinya penelitian ini pengabbungan observasi, data dan wawancara. Investigasi ini harus jadi hobi, dan obsesi, dan untuk menolong orang.

“Saya sangat nasionalis, makanya saya mengkritik presiden, ini bentuk nasionalis saya. Saya hanya ingin menunjukan bahwa di Indonesia, kaum intelektual itu tidak bisa ditekan kekuasaan,” ujar George.*

Laporan : Dian W.K

Exit mobile version