Diskusi BEM FEB Unila Bersama Rocky Gerung Dkk “Diungsikan” ke GSG Pahoman

780 dibaca

Teknokra.co: Diskusi publik Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (BEM FEB) Universitas Lampung yang pada Kamis (14/9), yang semula dijadwalkan berlangsung di Gedung Pasca-sarjana FEB, akhirnya dipindahkan ke Gedung Serbaguna (GSG) Pahoman akibat larangan dari pimpinan Unila.

Diskusi dengan tema “Menatap Indonesia Maju: Tantangan Masa Depan Global dan Middle Income Trap” tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh politik ternama, seperti Rocky Gerung, Saut Situmorang (Mantan Wakil Ketua Umum KPK 2014-2019), Refly Harun (Pakar hukum tata negara dan pengamat politik), Habil Marati (politikus), dan Rudi Antoni sebagai akademisi Lampung.

Tema diskusi yang dipilih menyoroti peran Indonesia dalam menghadapi tantangan global di era kontemporer. Salah satu isu sentral yang dibahas adalah “middle-income trap,” yaitu situasi di mana negara-negara berkembang seperti Indonesia berjuang untuk naik ke level pendapatan yang lebih tinggi dan berkelanjutan.

M. Reza Pratama (Manajemen’20) selaku ketua BEM FEB Unila, sempat menyinggung pelaksanaan diskusi yang terpaksa “mengungsi” akibat intervensi pimpinan.

“Sampai saat ini saya tidak tau apa alasan yang jelas bahwa pimpinan rektorat melarang kami memakai hak dan kebebasan kami, untuk memakai fasilitas yang memang ada di fakultas kami masing-masing,” ungkapnya.

Saat pembukaan, Rocky sempat melontarkan lelucon sarkastis, ia sempat bertanya kepada panitia kenapa diskusi dipindahkan keluar kampus yang kemudian membuat diskusi riuh.

“Saya diundang di kampus Unila, kenapa dibawa kesini?,” tanyanya.

Ia kemudian membahas mengenai isu jebakan kelas menengah yang dialami oleh perekonomian indonesia, Rocky menekan pentingnya kapasitas IQ dan infrastruktur berpikir untuk berkompetisi dengan negara lain.

“Untuk keluar dari Trap itu, diperlukan otak. Persaingan ide, persaingan konsep, dalam industri ke depan, ada persaingan konsep otak itu. Bukan lagi tanam-tanam beton di Kalimantan, buat jadi IKN,” jelasnya.

Saut Situmorang sempat membahas mengenai dampak Korupsi pada pembangunan, Ia mengemukakan nilai indeks persepsi korupsi Indonesia yang hanya mencapai nilai 34 dalam skala 0-100. Skor ini lebih rendah dibandingkan sejumlah negara tetangga.

“Nah ini persoalan korupsi ini persoalan serius, yang menurut saya kalau ini tidak dapat diselesaikan dengan baik dan benar,” ungkapnya.

Sedangkan, Refly Harun Membahas mengenai kebebasan akademik yang tergerus di Unila, ia menilai mimbar akademik tak lagi bisa dimanfaatkan untuk berdiskusi secara bebas.

Refly menceritakan peristiwa beberapa waktu lalu, di mana Rocky Gerung dan dirinya menghadapi persekusi masyarakat. Hal ini merupakan dampak kontroversi kata “Bajingan Tolol” yang digunakan Rocky saat mengkritik Presiden Jokowi .

“Sampai Rocky Gerung yang keren itu harus lewat di pematang sawah untuk diskusi, Refly harus dilempar botol. Dan ternyata di Unila tidak boleh juga untuk diskusi di kampus,” ujarnya.

Exit mobile version