Elly Lestari Rustiati Berdaya Demi Desa

635 dibaca

teknokra.co: Teringat jelas dalam ingatan Elly Lestari Rustiati kenangan 8 tahun silam. Saat pertama kali merintis desa binaan di desa Braja Harjosari dan desa Labuhan Ratu VII. Berawal dari penelitiannya mengenai konservasi hewan-hewan besar yang berada di Sumatera. Dosen Biologi ini, melihat peluang desa-desa disekitar kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK).

Ia menceritakan, setiap desa memiliki keunikan dan keunggulannya masing-masing. Contohnya, Desa Braja Harjosari dan Desa Labuhan Ratu VII yang ia dampingi secara intensif sampai saat ini. Kedua desa tersebut merupakan desa yang terletak di Kabupaten Lampung Timur yang berstatus sebagai desa penyangga Taman Nasional Way Kambas.

Berdasarkan kondisi tersebut, masyarakat mau tidak mau harus hidup berdampingan dengan mamalia darat terbesar, gajah sumatera. Gajah tersebut sewaktu-waktu dapat masuk ke permukiman merusak sawah, kebun dan ladang yang merupakan sumber mata pencaharian mereka.

Tahun 2012, Elly dan tim mulai berdiskusi dengan Forum Rembuk Desa Penyangga (FRDP) yang saat itu beranggotakan 24 kepala. Dari diskusi tersebut, masyrakat desa setempat meminta dukungan pendampingan untuk membangun perekonomian kreatif.

“Melalui rembuk tersebut, yang masyarakat inginkan yaitu walaupun dengan kondisi kebun yang rusak mereka masih bisa melakukan kegiatan ekonomi. Sehingga, masih mendapatkan pemasukan dan permintaan yang diajukan yaitu wisata,” ujarnya.

Menurutnya, masyarakat tidak harus bersusah payah untuk membangun desa wisata. Masyarakat hanya perlu memanfaatkan keindahan bentang alam dan kearifan lokal yang dimiliki.

Wisata alam yang ditawarkan di Desa Braja Harjosari yaitu Wisata Desa Way Kambas. Wisata tersebut berbasis bentang alam. Salah satunya, bentang savana yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi. Wisatawan dapat menikmati keindahan matahari terbenam dan matahari terbit.

Selain itu, wisata kehidupan sehari-hari juga ditawarkan. Seperti membuat tiwul, menanam padi, memetik buah, susur sungai dan kesenian tari bali.

“Setelah melakukan pendampingan selama tiga tahun. Ternyata pekerjaan sehari-hari yang mereka lakukan itu bisa dijadikan sebagai paket wisata,” ungkapnya.

Berbeda dengan Desa Brojo Harjosari, Desa Labuhan Ratu VII lebih berfokus pada wisata edukasi. Di desa tersebut, wisatawan dapat memilih paket-paket wisata yang sudah tersedia. Seperti menyadap getah karet, membuat makanan seperti tahu, susu kedelai kripik pare sampai paket wisata belajar tari daerah Lampung pun tersedia.

Berkat kerja keras Elly membantu mengembangkan desa sekitar kawasan TNWK. Masyarakat kini memahami konflik dengan gajah dengan persepsi yang lebih posif.

“Prinsipnya, jangan mudah mengeluh. Jadikan masalah menjadi tantangan, tantangan menjadi peluang. Peluang menjadi ketahanan, sehingga masyarakat memiliki ketahanan mandiri yang dimulai dari keluarga kemudian untuk desa,” ujarnya.

saat ini kurang lebih sudah ada 7 desa yang ia damping. Dosen yang hobi jalan-jalan ini, juga membantu koordinasi 40 desa wisata di Lampung Barat.

“Kalau yang secara intensif saya temani bersama teman-teman di Universitas Lampung ada empat desa yaitu Desa Wisata Braja Harjosari, Desa Labuhan Ratu VII di bawah program 2 tahun Konsorsium UNILA-ALeRT- Tropical Forest Conservartion Action (TFCA) Sumatera -2019-2021, Pengrajin batik tulis Andanan Negeri Sakti bersama Bapak Erdi Suroso dan Ibu Sri Ratna Sulistianti, termasuk pengrajin tapis Desa Negeri Katon, dan Negeri Ulangan Jaya, Pesawaran,” sebutnya.

Dosen yang berstatus tetap di Universitas Lampung ini, mengungkapkan kalau dia harus siap sedia selama 24 jam tujuh hari dalam seminggu. Hal tersebut ia lakukan untuk tetap dapat menemani temen-teman dari desa yang didampinginya.

“Setiap desa itu ada grup Whatsapp-nya, jadi walau tidak bisa menemani langsung di lapangan, kita juga harus tetap sedia setiap harinya dengan cara disapa dan juga aktif berinteraksi dengan mereka,” katanya.

Selain itu, kini ia tengah aktif membantu mengajar Bahasa Inggris praktis di Balai Veteriner Lampung. Ia mengaku dengan melakukan banyak kegiatan tersebut, ia merasa senang.

“Dari mereka (masyarakat desa) saya mendapat banyak pengalaman dan bisa belajar banyak hal. Karena, melihat orang lain maju menjadi kebahagiaan tersendiri buat saya,” pungkasnya.

Penulis Annisa Diah Pertiwi

Catatan redaksi: tulisan ini dimuat jua di Tabloid Teknokra edisi 161.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one + 4 =