Teknokra.co : Halo sobat Teknokra! Siapa yang tidak mengenal sosok Tan Malaka, seorang aktivis yang ikut berjuang dalam kemerdekaan Indonesia. Tan Malaka kecil lahir pada 2 Juni 1897 di Suliki, Sumatera Barat. Ia berasal dari keluarga Minangkabau dan sejak kecil dikenal akan kecerdasannya. Ayahnya bernama H.M. Rasad Caniago ialah seorang pegawai pertanian sedangkan sang ibu bernama Rangkayo Sinah Simabur merupakan putri dari keluarga terpandang. Pendidikan awalnya dimulai di di Inlandsche Kweekschool voor Onderwijzers, sekolah guru pribumi di Bukittinggi, lalu melanjutkan studi ke Rijkskweekschool, sekolah pendidikan guru pemerintah di Haarlem, Belanda.
Tan Malaka menghasilkan banyak karya legendaris yang hingga saat ini dinikmati oleh banyak kalangan. Ia menulis banyak buku yang menjadi dasar pemikiran revolusioner Indonesia. Beberapa karyanya yang terkenal adalah:
• Naar de Republiek Indonesia (1925) → Menggagas konsep negara republik jauh sebelum kemerdekaan.
• Madilog (1943) → Buku filsafat yang memperkenalkan Materialisme, Dialektika, dan Logika untuk membangun pola pikir rasional.
• Dari Penjara ke Penjara → Otobiografi yang menggambarkan perjuangannya melawan kolonialisme.
Tak hanya sampai disitu banyak sekali fakta menarik dari Seorang Tan Malaka. Tan Malaka adalah buronan internasional yang hidup dalam penyamaran di berbagai negara, termasuk Filipina, Tiongkok, dan Thailand. Tak hanya itu ia pun dianggap pahlawan tanpa tanda jasa karena jasanya besar, ia diakui dan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 53 yang ditandatangani pada 28 Maret 1963. Tan Malaka pun pernah menjabat sebagai Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) sebelum akhirnya menentang strategi Komintern.
Tan Malaka mengambil peran penting serta kontribusi dalam berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dengan pemikiran revolusionernya. Ia mendirikan Partai Murba (Musyawarah Rakyat Banyak) dan terlibat dalam perlawanan terhadap Belanda. Ide-idenya tentang sosialisme dan nasionalisme sangat berpengaruh bagi pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Hingga di akhir hayatnya ia dieksekusi tanpa melalui proses pengadilan, bertepatan pada 21 Februari 1949, Tan Malaka ditembak mati di Selopanggung, Kediri, oleh tentara Indonesia yaitu Letnan Dua Soekotjo, anggota Brigade Sikatan sendiri dalam konflik internal revolusi. Hingga kini, kisah hidupnya tetap menjadi inspirasi bagi perjuangan intelektual dan politik.