Pengamat Unila: Putusan DPR Ancam Demokrasi Indonesia

Pengamat Politik Universitas Lampung (Unila), Budi Harjo (atas) dan pengamat komunikasi Unila, Andy Cory (bawah) pada Kamis, (22/8). Foto : Teknokra/Wahab Ali
217 dibaca

Teknokra.co : Hanya dalam hitungan jam, delapan fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui isi revisi Undang-Undang Pilkada yang dibahas bersama pemerintah pada Rabu, (21/8). Hanya Partai PDIP yang menentang hasil pembahasan revisi UU Pilkada itu. Revisi tersebut, menurut partai tersebut, tidak mengadopsi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan keputusan final dan mengikat.

Pengamat Politik Universitas Lampung (Unila), Budi Harjo menilai bahwa DPR telah dzolim terhadap putusan MK dan melakukan pembangkangan terhadap MK.

“Maka ini adalah suatu yang dzolim, yang kedua bisa jadi pembangkangan karena keputusan MK konstisional, sah dan harus dihargai dan harus dipatuhi ketika DPR menolak, menentang dan melakukan upaya revisi, itu mereka melakukan pembangkangan terhadap konstitusi,” ujarnya.

Budi mencermati kondisi politik beberapa bulan terakhir sejak Pemilihan Presiden (Pilpres), menurutnya adanya upaya penguasa untuk mempertahankan kekuasaan dengan membentuk koalisi yang sangat rakus dan sangat tidak beradab.

“Ini untuk melanggengkan dan untuk melakukan monopoli atau dalam istilah politik itu cartel. Cartel dalam negara demokrasi itu haram, karena dengan begitu akan membunuh partisipasi membunuh kesepakatan kesepakatan rakyat lainnya untuk bisa ikut terlibat,” ungkapnya.

Ia mengecam upaya DPR dengan melakukan revisi UU dan berharap bahwa semangat rakyat demikian. Ia menilai masyarakat harus menunjukan juga melakukan pembangkangan dan perlawanan terhadap kedzoliman yang dilakukan.

“Kita wajib melawan kedzoliman karena negara dan bangsa ini adalah punya kita, rakyat yang berkuasa itu kehendak rakyat. Masa kehendak rakyat sebagai yang punya negara ini ditolak, maka kita wajib hukumnya melawan,” tegasnya.

Selain itu Andy Cory, sebagai pengamat komunikasi Unila juga menyampaikan
demokrasi adalah yang dinamis, sehingga banyak ragam, tergantung bagaimana apakah mereka pro terhadap sesuatu atau bahkan kontra dengan suatu keputusan.

“Demokrasi adalah hal dinamis, ada yang pro dan kontra suatu hal yang wajar, yang menjadi persoalan sekarang, di Indonesia banyak akademisi, masyarakat sipil, dan berbagai elemen masyarakat termasuk mahasiswa,” jelasnya.

Kemudian ia menyatakan bahwa sejak awal Pemerintah telah diingatkan untuk menjaga dan memelihara demokrasi. Namun, tampaknya malah kepentingan golongan dan kekuasaan lebih menonjol dibanding mementingkan kepentingan masyarakat

“Sejak awal sudah mengingatkan pemerintah agar menjaga demokrasi yang sudah dibina dan pelihara dengan baik, tapi tidak diidahkan, sampai puncaknya saat ini mahasiswa, dosen dan masyarakat sipil marah karena demokrasi dikebiri,” katanya.

Menurutnya, kondisi partai politik saat ini patuh kepada kekuasaan pemerintah,
sehingga mereka tidak peduli
dengan aspirasi yang disampaikan masyarakat.

“Partai politik menurut kepada kekuasaan pemerintah, mereka itu tidak peduli dengan aspirasi rakyat padahal mereka wakil masyarakat. Pemerintah yang sebentar lagi turun malah membuat kegaduhan, ini perlu kita terus menerus kontrol dan mengawasi,” pungkasnya.

Exit mobile version