Dari Hobi Ke Kompetisi

Fadlan Satria
286 dibaca

teknokra.co : Udara bulan Desember daerah Prague, Republik Cheko baru kali itu ia rasakan. Kedatangannya ke negara di Eropa Tengah itu demi mewakili Indonesia di ajang scrable internasional.

Fadlan Satria, mahasiswa jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian menjadi satu-satunya peserta asal Indonesia. Kecintaannya kepada permainan kosa kata bahasa inggris itu membawanya mahasiswa semester lima itu ke keliling beberapa negara.

Pemuda asal Kabupaten Tulang Bawang itu tak pernah membayangkan dapat berkunjung ke Malaysia, Thailand, dan Cheko. Sejak kelas dua sekolah dasar, ia dan kedua orang tuanya menetap di Desa Gunung Sari.

Kepindahannya bersamaan dengan pemindah tugasan ibundanya yang berprofesi sebagai PNS. Saat itu, ia benar-benar merasakan sulitnya akses pendidikan. Tak hanya itu, desanya bahkan belum tersentuh listrik. Untuk ke pasar saja, ia harus berjalan cukup jauh. Tetangga sekitar rumahnya yang berkomunikasi dengan bahasa Jawa juga membuat pemuda keturunan Lampung ini kesulitan beradaptasi.

Namun, keadaan itu membuat semangat Fadlan menuntut ilmu meruah. Apalagi, saat hari raya Idul Fitri, ia mendengar saudaranya lancar bertutur dalam bahasa inggris. Dari situ, ia seperti jatuh cinta pada bahasa internasional itu. Padahal, di sekolah tempat ia belajar belum ada mata pelajaran bahasa inggris untuk anak SD. Anak pertama dari dua bersaudara ini mantap meminta izin kepada orangtuanya untuk hijrah ke Bandarlampung.

Di ibukota provinsi inilah ia mulai giat mempelajari bahasa inggris. Semangatnya begitu besar. Ia memulai langkah dengan banyak bertanya pada saudaranyamengenai bahasa inggris. Mengelilingi toko buku untuk membeli buku-buku bahasa inggris juga sudah ia lakukan. “Sangking antusiasnya, setiap gambar binatang dan lainnya yang ada di kamus atau buku saya hafalin kata-katanya,” ungkapnya.

Fadlan mulai mengenal scrable sejak duduk dibangku sekolah menengah atas. Kala itu, ia bergabung dengan English Club di sekolahnya. Bahkan lulusan SMA N 5 Bandarlampung ini pernah dipercaya menjadi ketua komunitas pecinta bahasa inggris itu. Dari situ, Fadlan mulai banyak mengikuti berbagai kompetisi scrable.Tak kurang dari 50 kali kemenangan kompetisi scrable tingkat daerah pernah ia raih. Ditingkat nasional, ia juga telah meraih 10 kali kemenangan.

Laki-laki bertubuh tinggi ini selalu ingin membanggakan orangtuanya. Hidup menumpang membuatnya harus ikut membantu meringankan beban sang nenek. Berkat hobi bermain scrabble, ia sudah mampu membeli LKS dan buku-buku pelajaran dari uang hadiah kemenangannya. Ia pun tak sungkan membagi ilmu dengan teman-teman, saudara, dan tetangganya. Kemenangan yang acap kali ia dapat juga memberikannya kesempatan sebagai pengisi acara seminar dan pengajar mengajar bahasa inggris di beberapa sekolah di Lampung.

Menurutnya, ia bukannya tak pernah kalah. Fadlan bahkan mengaku sering kali mengecap pahitnya kekalahan. Namun Fadlan selalu memegang moto “to be an expert learn from the expert. Ia justru belajar dari lawan yang telah mengalahkannya. Ia pun tak memilih putus asa. Dari setiap kekalahan, ia justru penasaran dan mencari tahu penyebab ia kalah. Berkali-kali kalah, berkali-kali pula Fadlan berbenah diri dan strategi untuk menghadapi lawannya di lain pertandingan.Baginya, tak sekadar hadiah yang ia dapatkan, namun juga kenalan orang-orang hebat. “Bener kalau diatas langit, masih ada langit. Jadi kita jangan sampesombongujarnya.

***

Semangat berjuang yang selalu ia tanamankan sejak SMA sempat pupus saat ia akan berangkat ke Cheko. Ajang dunia Scrabble Championship Tournamenttelah menjadi impiannya sejak lama. Namun, saat ia telah mendapatkan kesempatan itu, impiannya tersandung urusan rupiah. Biaya tiket sebesar 25 juta rupiahharus ia tanggung untuk dapat terbang ke Cheko. Dana itu harus Fadlan sediakan dalam kurun waktu tak kurang dari dua bulan.

Keluarganya yang sederhana membuatnya sanksi dapat mengumpulkan uang sebanyak itu. Ibu yang berprofesi sebagai guru bimbingan konseling dan ayah yang bekerja sebagai buruh membuatnya harus berpikir keras mendapatkan biaya.

Sempat, ia mengirimkan proposal kepada pemerintah kota Bandarlampung. Akses kementerian nasional juga ia tembus. Fadlan mengaku pernah bolak-balik Lampung –Jakarta untuk mengirim proposal ke Kemenpora dan Kemendikbud Republik Indonesia. Tapi sayang, ia belum berhasil mendapatkan bantuan dana satu rupiah pun. Satu bulan menjelang keberangkatan, ia belum juga mendapat bayangan dana. Kedua orangtuanya bahkan sempat pesimis. Jika hanya mengandalkan kantong pribadi tentu saja sangat sulit.

Keajaiban mulai muncul saat Fadlan mendapat tawaran bantuan dari beberapa temannya yang ia kenal lewat jejaring facebook. Saat itu rekannya, Riky Purnomoasal Singapura dengan senang hati membantu biaya tiketnya. Selain itu, rekannya dari Australia Alastair Richards dan ibunya juga memberikan tiket dan tempat menginap saat dia mengikuti perlombaan di Thailand sebelum event dunia di Cheko. Menurutnya, kemudahan itu berkat do’a dan dukungan orang tuanya.

Ia juga mencoba menceritakan kesulitan dana kepada dosen jurusan dan pihak dekanat di fakultasnya. Dari situ, ia dibantu untuk bertemu dengan petinggirektorat. Menurutnya, Unila membantunya menyebarluaskan masalah itu melalui website dan media massa. Perlahan jalan pun terbuka. Ia mendapat kucuran dana dari pemerintah kota Bandarlampung dan pihak dekanat FP.

Saat pertandingan, ia sempat melawan perwakilan dari negara Perancis, Amerika, Oman, Thailand, dan Scotlandia. Menjalani 31 ronde, dengan 15 kali menang dan 16 kali kalah, ia mampu membawa Indonesia menempati peringkat 75 dari 110 negara. Meski belum menempati puncak teratas, ia tetap bangga karena dapat ambil bagian mengharumkan nama Indonesia. Ia juga mengaku mendapat teman, sahabat, dan pengalaman yang amat berharga. Salah satunya ia berhasil mengalahkan runner up piala dunia scrabble tahun 2011, Andrew Fisher.

Kini, melalui hobi bermain scrabble-nya, ia tengah menjalankan usaha penjualan alat scrabble di wilayah Lampung. Bulan depan, ia berencana meluncurkan toko yang ia namai Satria Scrabble Shop. Nantinya, toko itu akan banyak menjual pernak-pernik yang berhubungan dengan scrabble. Selain mencoba peruntungan di bidang bisnis, ia pun menargetkan untuk mendapatkan beasiswa S2 di Luar negeri.

Menurutnya, niatan baik dan kemauan yang keras akan membuka jalan kesuksesan. “Sekarang banyak orang yang cuma menulis mimpinya, tapi tidak tau apa yang harus dilakukan untuk mewujudkannya,” tuturnya. “Satu lagi, Hidup mudah itu patut dicurigai,” ujarnya mengakhiri perbincangan.

Laporan : Ayu Yuni Antika

Editor : Vina Oktavia

Exit mobile version