Mahasiswa FKIP Bahasa Indonesia 2013 Unila, Ujian Sekaligus Pertunjukan

Seorang istri yang ditinggal suaminya yang tengah bertempur di medan laga, bersedih berdua dengan bayinya. Foto: Wawan Taryanto
265 dibaca
Seorang istri yang ditinggal suaminya yang tengah bertempur di medan laga, bersedih berdua dengan bayinya. Foto: Wawan Taryanto
Seorang istri yang ditinggal suaminya yang tengah bertempur di medan laga, bersedih berdua dengan bayinya. Foto: Wawan Taryanto

teknokra.co: Tak seperti hari biasa, puluhan mahasiswa memasuki Gedung Serba Guna (GSG) Unila pagi ini (Selasa, 11/1). Saat masuk di dalam, panggung GSG sudah disulap menjadi sebuah terminal mini, dengan berbagai atributnya.

Keberadaan kedai kopi, dengan dua kursi dan meja kayu panjang menjadi tempat berbincang sepasang suami istri kala itu. Tak lama, seorang anak perempuan dengan seragam putih biru dan balutan jilbab putihnya, merengek meminta uang kepada sang Ibu.

Dengan santai, Ibunya menyuruh sang anak untuk meminta ke ayahnya. “Pak, pak aku minta uang jajan!,”. Itulah potongan adegan teater mahasiswa FKIP Bahasa Indonesia angkatan 2013.

Teater yang berjudul “Kutunggu Kau di Rajabasa” ini, menceritakan kisah-kisah berbeda dalam satu tempat. Adegan penumpang yang naik turun bus, pengamen dan penjual minuman yang mondar-mandir mencari rezeki, seorang gadis yang sedang digoda preman terminal, hingga aksi heroik seorang PNS yang bergulat dengan preman untuk menyelamatkan sang wanita, begitu nyata menggambarkan rutinitas terminal Rajabasa Bandar Lampung.

Bahkan aksi seorang pemabuk yang membayangkan dirinya berada di tengah permainan Mario Bross menjadi interlude (jeda) yang sangat menarik. Gelak tawa penonton pun menggema ke seluruh pelosok GSG.

Adegan terakhir, arwah seorang pengantin wanita yang selalu bergentayangan kesana kemari sepanjang terminal duduk terpaku di antara bangku halte yang mulai sepi. Seorang lelaki kemudian datang, membawa rangkaian bunga. Lelaki itu terdiam dalam, seolah sedang menatap sang arwah pengantin, menganggukkan kepala, lalu pergi. Sang arwah terdiam, dalam kesendirian ia berteriak dan akhirnya terbaring.

Tak hanya teater, pertunjukan seni sastra Indonesia ini juga menyajikan berbagai macam seni. Mulai dari Tari Sembah, lagu-lagu daerah, tari kolosal, serta puisi yang dibacakan oleh Joko Setio Nugroho (FKIP Bahasa Indonesia ’13) dan Widiyawati (FKIP Bahasa Indonesia ’13) dipadukan dalam serangkaian pertunjukan, yang disebut dengan seni pertunjukan kontemporer. Sehingga penonton pun harus menggali sendiri makna yang tersirat di dalamnya. “Pertunjukan ini adalah sebuah perpaduan antara seni pertunjukan, budaya, dan sastra yang mencakup dalam satu bidang ilmu sastra Indonesia,” ungkap ketua pelaksana, M. Lutfi (Bahasa Indonesia ’13).

Pertunjukan ini dihadiri oleh Dr. Muhammad Fuad (Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FKIP), Dr. Mulyanto (Kepala Jurusan FKIP Bahasa dan Seni), Eka Sofi Agustina, dan Bambang (Dosen FKIP Bahasa Indonesia), Rian Hidayatullah (Dosen FKIP Pendidikan Seni Tari), alumni, orang tua mahasiswa, serta mahasiswa FKIP Bahasa Indonesia. Menurut Mulyanto, pertunjukan ini merupakan kegiatan Ujian Akhir Semester (UAS) mahasiswa FKIP Bahasa Indonesia 2013.

“Kegiatan yang merupakan Ujian Akhir Semester ini adalah hasil dari proses belajar dan kreativitas para mahasiswa FKIP Bahasa Indonesia semester 5 dalam mata kuliah sastra Indonesia. Pada kegiatan ini, kita mengangkat ornamen-ornamen dan seni yang mencirikan budaya Lampung,” ucap Dr. Mulyanto.

Acara yang telah dipersiapkan selama 3 minggu ini, tidak mendapatkan kendala bararti. Meski menjelang akhir pertunjukan sempat mati lampu, namun tidak menyurutkan semangat berkarya mereka. Alhasil improvisasi dengan tepuk tangan dari panitia, yang diikuti oleh seluruh penonton yang hadir, mampu mengiringi pertunjukan sampai akhir. “Saya mengapresiasi acara ini. Ujian akhir semester ini, saya harap para mahasiswa bisa menyalurkan kemampuan dan mengeksplor kompetensi yang lebih, seperti pada mata kuliah sastra Indonesia,” harap Eka Sofi Agustina.

Laporan : Kalista Setiawan

Editor : Wawan Taryanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eighteen − twelve =