Kulit Tipis: Dari Keresahan Berujung Karya Musik

442 dibaca

teknokra.co: Musik berkembang dengan sangat pesat bahkan telah begitu maju, ditandai dengan banyaknya aliran musik modern yang bermunculan. Tidak memungkiri hal tersebut dapat menyebabkan musik tradisional tergeser eksistensinya, melihat generasi masa kini yang lebih sering terekspos oleh musik-musik modern.

Seperti orang lampung asli, lahir dan besar di Lampung, tetapi tidak mengetahui tentang alat musik tradisional Lampung. Hal tersebut dikatakan oleh Ryansyah Putra (Pend. Sendratasik ‘18), Pendiri Komunitas Kulit Tipis. Komunitas yang berdiri karena keresahan anggota melihat musik tradisional Lampung yang sudah mulai surut.

Komunitas musik bergenre tradisional modern ini berdiri pada tahun 2018 lalu. Salah satu karyanya, berjudul “Explore Be O Ga” merupakan iringan tari Bedana Olok Gading khas Lampung yang hanya dimainkan dengan gambus. Kemudian, diaransemen dan dikombinasikan dengan alat musik modern oleh Kulit Tipis.

“Jadi generasi sekarang lebih mudah untuk menerimanya. Bahwa ternyata alat musik tradisional juga keren dan sekarang yang kita udah jalan 2 tahun masyarakat pun menerimanya, ‘oh ternyata lebih unik sih, lebih bagus lah dibanding alat-alat moden’,” ujar Ryan.

Nama Kulit Tipis diambil dari perumpamaan bayi yang masih memiliki kulit tipis. Masih harus terus belajar dari mulai belajar duduk hingga berdiri, sampai akhirnya bisa berjalan. Dengan nama tersebut diharapkan Kulit Tipis masih mau dan akan terus belajar.

Kini, komunitas Kulit Tipis makin eksis dan membintangi beberapa acara besar. Sepeti menjadi bintang tamu berbagai acara seperti dies natalies Universitas Padangpanjang dan acara perkusi se-Sumatera, menjadi pemateri di Institut Seni Indonesia Padangpanjang, serta mendapatkan juara umum dalam Festival Kreativitas Indonesia yang digelar oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga 2019 lalu.

Karya Kulit Tipis lain, ‘Tumbai x Nows’ yang dibawakan pada Festival Kreativitas Indonesia 2019. Musik ini merupakan medley dari fenomena musik tradisional Lampung yaitu lagu penyambangan, kopi dangdut, dan diakhiri dengan lagu Ddu-du Ddu-du, milik Black Pink. Karya ini berhasil membuat Kulit Tipis pulang dengan mendapat penghargaan juara umum.

Ryan berpesan bahwa sebagai generasi milenial harus mencintai dan bangga terhadap seni budaya yang miliki. Ia juga mengajak kaum muda mulai bekerja sama untuk melestarikannya.

M. Maulana Yusuf (Pend. Musik ’18), salah satu anggota Kulit Tipis mengaku belajar banyak dan senang menjadi bagian dari Kulit Tipis yang begitu merangkul anggotanya untuk belajar bersama. Ia juga tidak menyangka bahwa Kulit Tipis akan dikenal seperti sekarang.

“Awal Kulit Tipis dibentuk itu gak ada arahnya ke sini, karena memang hanya kecemasan kami di kampus aja. Banggalah saya pokoknya jadi bagian keluaga Kulit Tipis,” pungkasnya.

Penulis: Rahel Azzahra

Exit mobile version