teknokra.co: Nelayan Pulau Pisang, Pesisir Barat Muhtadi (56) tengah membersihkan alat tangkap gurita seusai melaut, Sabtu (21/12). Ia mendapatkan dua puluh gurita dengan menggunakan lima unit alat tangkap hewan bertentakel miliknya.
Ayah tiga anak itu memilih membuat sendiri alat tangkap gurita. Ia tak mau membeli alat tangkap gurita di toko.
Akibat itu, jumlah tangkapan Muhtadi dalam sehari tidak bisa dapat banyak gurita. Paling banyak, hanya 25 ekor saja. Dibandingkan, pakai alat yang sudah modern bisa mendapatkan dua kali lipat tangkapan gurita.
Alasan Muhtadi, karena lebih murah dan ramah lingkungan menggunakan alat tangkap buatan sendiri. Serta, tak riskan merusak terumbu karang. Sebab, itu tempat habitat hidup gurita dan hewan biota laut lainnya.
“Belajar buat alatnya otodidak dan lebih murah. Banyak yang jual alat tangkap gurita tapi bisa hancurin terumbu karang. Lalu, matiin hewan-hewan lain kayak pakai racun yang disebar,” tuturnya.
Bahan pembuatan alat tangkap gurita cukup mudah didapati, yakni kayu atau cangkang keong, timah pemberat, kail, dan pisau. Lalu, dibuat menyerupai gurita dan warna cat mencolok untuk curi perhatian gurita.
Muhtadi, merasa cukup dengan hasil tangkapan gurita tiap harinya. Ia tak mau dearah kelahirannya rusak karena ulah perilaku kurang bersyukur.
“Ambil secukupnya saja, jangan merusak. Tidak usah banyak-banyak tapi tidak bisa untuk berkepenjangan. Sebab, anak saya juga melaut lanjutin hidup saya,” ungkapnya.
Selain untuk makan sehari-hari, Nelayan asli Pulau Pisang itu juga menjual hasil tangkapan guritanya. Ia tak menjualnya secara langsung, tapi diolah jadi gurita kering untuk meningkatkan harga jualnya.
“Kalau dijual langsung cuman Rp.25 ribu sekilogramnya. Kalau diolah bisa Rp.200 ribu. Lalu, tidak mungkinkan dalam sehari langsung habis, jadi dengan kering bisa disimpan dan disayur untuk besok-besok karena awet, ” katanya.
Proses pengeringan gurita butuh tiga hari dengan terik panas matahari. Hasil olahannya dikirim ke dearah Lampung dan luar pulau Sumatera lewat alat tangkapan buatannya sendiri.
Terakhir, Muhtadi berharap untuk para nelayan gurita yang skala besar tidak merusak lingkungan laut di Pulau Pisang, Pesisir Barat, Lampung.
Penulis : Alfanny Pratama Fauzy dan Ria Shinta Maya
Foto-Foto: Alfanny Pratama dan Ria Shinta Maya