Seminar FT: Pendidikan Kunci Sukses MEA

Foto: Kalista Setiawan
236 dibaca
Foto: Kalista Setiawan

teknokra.co: Tak mau dikatakan bisu dengan masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Fakultas Teknik (FT) Universitas Lampung adakan seminar bertajuk MEA di Gedung Serba Guna (GSG) Unila, Senin (28/3). Seminar ini dipanitiai oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FT Unila dengan mengusung tema “Masyarakat Ekonomi ASEAN: Peluang dan Tantangan Dunia Kampus, Khususnya Bidang Engineering”. H. E. Mr. Luthfi Rauf, Duta Besar Indonesia untuk Thailand, dan Prof. DR. Ir. Djoko Santoso, M.Sc, Dirjen Dikti Indonesia periode 2010 – 2014, didatangkan sebagai narasumber dalam seminar yang sekaligus perayaan ulang tahun FT ke-37 ini.

Rektor Unila, Hasriadi Mat Akin dalam sambutannya mengatakan bahwa mahasiswa Unila harus meningkatkan skill dan mutu pendidikan, terutama FT dalam menghadapi MEA. “Tidak hanya menguasai teori, namun mahasiswa harus menguasai prakteknya atau skill yang sesuai dengan jurusannya masing-masing,”tegasnya.

Sejalan dengan Hasriadi, Luthfi menghimbau agar mahasiswa dapat mempersiapkan diri lebih baik, agar tidak menjadi korban ekonomi dari pesaing negara ASEAN lain. “Saya tidak mau jadi pecundang, saya ingin menjadi pemenang,” ungkap Luthfi.

ASEAN sendiri sebagai sebuah kesepakatan regional memiliki kekuatan beragam di berbagai bidang, mulai dari tradisi dan budaya, bergaining politik, hingga sistem ekonomi.  Bahkan dengan berkembangnya isu MEA menghantarkan ASEAN sebagai komunitas ekonomi terbesar ke-7 di dunia, dan ke-3 terbesar di Asia setelah Tiongkok dan Jepang.

Meski tujuan MEA menjadi pasar tunggal dan basis industri, terciptanya ekonomi yang bersaing tinggi, dan tercapainya ekonomi yang sejajar dan ekonomi global. Namun dengan keberagaman yang ada, tidak menutup kemungkinan munculnya resiko antar negara anggota. Aliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi dan modal, aliran bebas professional dan tenaga terampil yang menjadi agenda utama MEA bisa saja memunculkan konflik, perang dagang, konsumerisme, hingga monopoli pasar.

Sehingga, Luthfi kembali menghimbau agar para akademisi berperan aktif dan mencari peluang dalam memasuki ranah MEA. “Peluangnya antara lain kita bisa saling tukar informasi dalam hal SAINTEK, sebagai acuan tambahan dalam SAINTEK Indonesia dan kawasan ASEAN,” tuturnya.

Djoko Santoso menambahkan bahwa hal yang paling utama dalam menghadapi MEA ialah pendidikan. Namun, pendidikan tinggi di Indonesia saat ini hanya mampu ditempuh oleh golongan berdompet gemuk yang akhirnya membatasi dan memunculkan stigma salah. “Kita harus berbenah diri dengan membantu kaum yang lemah (ekonomi-red) dalam menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya,” tandasnya.

Ia menambahkan, faktor lainnya dalam penggerak majunya ekonomi Indonesia  adalah dosen. “Dosen harus berkontribusi penuh menjalani tridharma perguruan tinggi yang mampu melahirkan keluaran (mahasiswa-red) yang cerdas, inovatif, dan mampu hadapi MEA,” sambungnya.

Selama seminar, mahasiswa cukup antusias dengan materi yang disampaikan. Hasiholan Perkasa Hutahuruk (Teknik Sipil ’15) mengaku sangat senang dengan pembahasan para narasumber. “Materi yang disampaikan bagus, mahasiswa bisa mengetahui bagaimana mengambil bagian dalam menghadapi MEA dan kita bisa terjun langsung sesuai jurusan masing-masing,” ungkapnya.

Muhammad Azri Pangaribuan (Teknik Geofisika’14) selaku ketua pelaksana berharap dengan adanya seminar ini, mahasiswa teknik dapat terpacu untuk meningkatkan mutu pendidikannya. “Saya harap kedepannya kami (mahasiswa teknik-red) mampu memiliki keterampilan dan kesempatan kerja yang lebih baik,” ungkapnya.

Laporan: Kalista Setiawan

Editor: Wawan Taryanto

Exit mobile version