Teknokra.co: Aktivitas pencarian emas dan barang berharga menggunakan alat metal detector marak dilakukan di wilayah yang disebut sebagai tanah adat di Provinsi Lampung. Kegiatan ini menarik perhatian warga setempat karena dilakukan oleh pencari dari berbagai daerah dan dinilai berpotensi merusak lahan. Aktivitas pencarian berlangsung di kawasan Situs Keratuan Balaw, Kecamatan Kedamaian, Kota Bandar Lampung, pada Rabu, (23/10).
Pencarian emas dilakukan oleh komunitas Metal Detector Lampung yang beranggotakan warga dari berbagai daerah di provinsi ini. Kegiatan tersebut disebut bersifat mandiri dan tidak berskala besar. Hasil temuan emas biasanya dijual ke toko emas setempat. Aktivitas serupa telah dilakukan sejak tahun 2018 dan masih berlanjut hingga kini.
Selain emas, para pencari juga menemukan pecahan keramik Tiongkok yang diduga merupakan peninggalan masa Keratuan Balaw. Namun, aktivitas ini tidak dapat dihentikan oleh masyarakat maupun tokoh adat karena tanah adat Keratuan Balaw telah berpindah tangan sejak awal tahun 2000-an, tanpa sepengetahuan masyarakat dan tokoh adat setempat.
Ketua Komunitas Metal Detector Lampung, Edo Nisa Putra mengatakan, pencarian dilakukan rutin tiga kali dalam seminggu, terutama saat musim hujan ketika tanah lebih mudah digali.
“Saat musim hujan terkadang tidak perlu alat bantu, cukup berjalan saja sudah bisa menemukan. Tapi memang kecil-kecil, dan di beberapa hektar wilayah ini masih ada,” jelasnya.
Edo menambahkan, komunitasnya tidak hanya beroperasi di situs Balaw, tetapi juga berpindah ke wilayah lain di Lampung yang memiliki nilai sejarah.
“Kami tidak hanya di sini, kadang ke pantai atau lokasi-lokasi bersejarah lainnya,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa sebelum melakukan pencarian, pihaknya selalu meminta izin kepada pemilik lahan.
“Kami selalu izin dulu, karena kalau tidak izin kami tidak berani. Yang penting tidak merusak tanaman di sini,” katanya.
Berbeda dengan Edo, Abidin tokoh adat setempat sekaligus keturunan marga Bala mengatakan, bahwa aktivitas pencarian emas telah mendapat teguran dari ketua RT karena dianggap merusak tanah di atas lahan situs.
“Dari masyarakat belum ada teguran, tapi RT setempat sudah menegur karena mereka merusak tanah. Tanah diambil dari atas lalu dibawa ke kali dan dikarungi,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti bahwa para pencari emas bukan warga asli Kedamaian, melainkan berasal dari luar daerah bahkan luar provinsi.
“Warga yang mencari emas bukan orang sini, ada yang dari Teluk, Labuhan Dalam, Merbau Mataram, Panjang, bahkan Jambi. Mereka sampai bangun gubuk untuk menginap,” jelasnya.
Sementara itu, Romli selaku Penyimbang Adat Kedamaian menyebut, pihak adat tidak dapat mengambil tindakan karena lahan situs tersebut sudah beralih kepemilikan.
“Tokoh adat tidak bisa menegur karena tanah ini sudah berpindah hak. Secara adat kita tahu ini tanah adat, tapi secara hukum sudah berbeda,” pungkasnya.
