3 Perspektif Literasi Budaya

Foto: Wawan Taryanto
218 dibaca
Foto: Wawan Taryanto
Foto: Wawan Taryanto

teknokra.co: “Dua jam kita menunggu, dua jam terbuang sia-sia. Itu adalah bukti kita lebih suka berbicara daripada membaca, lebih banyak basa-basi…”, ungkap Prof. Qashim Mathar. Hal tersebut ia sampaikan dalam mengawali talkshow yang daiadakan UKM LIMA Washilah, Senin (10/10), di gedung Auditorium Training Centre UIN Alauddin, Makassar. Sebanyak 300 peserta dari berbagai universitas turut memeriahkan acara ini.

Talkshow ini dibagi kedalam dua sesi, selain Qasim, sesi pertama diisi oleh dua pembicara lain, yakni Alwi Rahman, dan Dr. Sabri Ar. Ketiga pemateri ini menyampaikan materi dengan tema Budaya Literasi Kita, dari berbagai perspektif pengajar, maupun pengusaha.

Setidaknya ada tiga perspektif literasi budaya yang disampaikan oleh para pemateri. Qasim mengartikan bahwa banyak berbicara kosong hanya membuang-buang waktu saja. Ia mengatakan, literasi dimulai dengan membaca bukan bertutur, sehingga literasi merujuk pada membaca.

Sedangkan Alwi Rahman mengatakan bahwa literasi adalah aksi politis dan aksi budaya dalam memahami budaya manusia. Secara ringkas literasi adalah aksi politis, dan aksi budaya untuk membaca dan dibaca.

Berbeda dengan keduanya, Sabri Ar, memandang literasi dari perspektif islam. Literasi dalam perspektif islam adalah membaca dalam arti luas. Menulispun adalah membaca. Ketika anda menulis maka anda membaca. “Penggabungan itulah yang disebut literasi”, ungkapnya.

Oleh: Wawan Taryanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen − 6 =