Terus Berjalan Dalam Kegelapan

264 dibaca

1.Terus-Berjalan

Semua menjadi gelaaaap..

Aku tak bisa melihat lagi…

teknokra.co: Dulu matanya normal namun ketika banjir melanda kampungnya semua berubah. Saat air meninggi Burdadi pun kesenangan, namun ia tak menyangka semuanya menjadi petaka. Selesai mandi matanya bengkak hingga beberapa hari. Orang tuanya telah membawanya berobat kesana kemari. Namun hasil nihil Burdadi yang saat itu masih duduk di kelas dua SD menjadi buta. Setelah mengalami peristiwa itu, Burdadi hanya bisa mengurung diri dirumah. Ia tak berani keluar rumah atau bertemu dengan orang. “Mandi saja saya nunggu malam agar tidak bertemu orang,” kata burdadi.

Namun kedua orang tuanya selalu memberi motivasi dan memberi semangat hidup. Dan menyarankannya untuk ikut Panti Sosial Bina Netra agar Burdadi menemukan teman-teman senasib. Disana pun Burdadi diajarkan pendidikan formal yakni  membaca, menulis, mengaji dan lainnya, sedangkan non formal baru diajarkan keahlian memijit, bermain musik, dan membuat kesenian.

Burdadi pun memulai hidupnya dari nol, ia mulai mencari secercah cahaya kehidupan dari dunia yang gelap ini. Ia tak lagi mengeluh apalagi menyerah. Pria asal Krui ini pun tak ingin bergantung dengan orang tuanya. Ia tumbuh menjadi anak yang manja meski buta. Ketika usianya menginjak 15 tahun ia sudah menafkahi dirinya sendiri, ia menjadi tukang pijat.

Kini pria berusia 45 tahun ini  pun merantau ke kota bahkan getirnya kehidupan Kota Jakarta telah ia cicipi. Namun ia kapok hidup di kota metropolitan itu. Karena beberapa kali ditipu memijat namun tak dibayar. Kini pekerjaan tetapnya di depan gang Jl. Zainal Abidin Pagar Alam Gg Semangka No 25 A Gedong Meneng Bandarlampung samping Fitrinofane. Di tempat ini Burdadi berkumpul dengan teman-temannya menanti pelanggan untuk di pijit.

Dari selepas isya hingga tengah malam ia menunggu pelanggannya. Penghasilannya memang tidak menentu. Terkadang dapat sampai tiga orang dipijit tetapi terkadang tidak dapat sama sekali. Tarif memijitnya dari Rp. 35.000 – Rp. 40.000 ribu perorang. Pelanggan yang dipijit dari semua kalangan ada yang bapak-bapak, bujang, dan mahasiswa. Mahasiswa yang suka main futsal sering minta pijit untuk menghilangkan lelah dan pegal-pegal di badan.

Suhadi teman karib Burdadi pun mengalami hal serupa. Ketika usianya mencapai 7 tahun ia menderita sakit panas yang tinggi. Namun karena ia tinggal di pelosok di Kecamatan Penengahan Kalianda tak ada dokter maka ia tidak berobat. Hanya dikompres dan minum obat tradisional saja. Namun sakitnya bukannya sembuh malah lari ke mata  dan akhirnya ia menjadi buta..

Suhadi sangat sedih setelah tidak dapat melihat karena tidak dapat kemana-mana dan tidak dapat sekolah. Ia pun ingin merantau ke Jawa namun tak diizinkan. Namun beruntung ketika usianya menginjak  14 ia ditawari sekolah di  di PSBN Bandar Lampung. “Bingung orang tidak bisa melihat kok ditawarin sekolah, “ katanya. Namun setelah sampai PSBN ternyata yang sekolah orang-orang tidak bisa melihat semua. Suhadi pun menjadi senang dapat banyak pelajaran, bisa kenal kawan-kawan dan bisa pergi kemana-mana, juga bisa cari uang sendiri.

Menurut Sauhadi banyak penyebab orang-orang tunanetra yang tidak dapat melihat, ada yang karena sejak dalam kandungan, keturunan, waktu masih kecil bisa melihat namun karena sakit panas, terluka matanya dan lainnya. Tetapi kalo tunanetranya tidak sejak lahir tidak akan mempengaruhi keturunan seperti anak-anak Suhadi semua normal dapat melihat.

Menurut Joko Purwanto (35 tahun) penjual gorengan yang sehari-hari juga berkumpul dan bercanda dengan kumpulan tunanetra dapat mengambil banyak pelajaran hidup dari orang-orang tunaetra.

Joko sudah 6 tahun menjual gorengan, dia juga sudah sangat akrap dengan kumpulan tunanetra yang setiap hari berkumpul di samping depan gang Fitrinope. Menurutnya dari sekitar 10 orang yang setiap hari berkumpul Burdadi adalah orang yang paling semangat dan berkerja keras karena selalu sampai jam 12 menunggu orang yang akan dipijit, sedangkan yang lain hanya sampai jam 10 atau jam jam 10 lewat sudah pulang.

Joko kagum pada mereka. Menurutnya mereka adalah orang-orang yang berkerja keras, pantang menyerah dan baik. “Walau tidak bisa melihat mereka sudah ada yang sampai Jakarta, saya aja belum,”ujarnya.  Selain itu mereka juga rajin beribadah, “Salatnya tekun, gak pernah ketinggalan” kata joko. Ia sering ngobrol masalah agama, mereka juga paham tentang ayat serta artinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five × five =