Tanda Tanya Yang Mengundang Tanya

272 dibaca

1.-Tanda-Tanya-Yang-Mengundang-Tanya

teknokra.co : Indonesia sebagai negara multi etnis dan kebudayaan yang berpenduduk mayoritas Muslim, memiliki banyak kisah perihal toleransi. Toleransi dimaknai sebagai harmoni hidup berdampingan dengan damai dan penuh kasih.

Saling mendukung dengan segala pengertian atas perbedaan yang ada. Keberagaman dan toleransi merupakan dua hal yang saling terkait, dimana sikap saling mengerti dibutuhkan dalam memandang keragaman yang ada.

“Tanda Tanya” merupakan film yang mengisahkan tentang konflik keluarga dan pertemanan  yang terjadi di sebuah area dekat Pasar Baru, dimana terdapat Masjid, Gereja dan Klenteng yang letaknya tidak berjauhan, dan para penganutnya memiliki hubungan  satu sama lain. Lewat film yang diilhami oleh kisah nyata ini, Hanung Bramantyo mencoba mengumandangkan pesan tentang toleransi beragama yang dinilai kian luntur belakangan ini. Film yang mengedukasi kaum muda yang sudah terkontaminasi jalan pikirannya bahwa berbeda itu haram, untuk kembali diluruskan sehingga dapat memaknai indahnya perbedaan.

Kisah Soleh (Reza Rahadian), pemuda Islam dan pengangguran yang rajin menjalankan ibadah, selalu gundah akan keadaan dirinya, Ia merasa minder karena tidak bisa bertanggungjawab dengan keluarganya, sementara istrinya, Menuk (Revalina S Temat), yang berjilbab bekerja di restoran Tan Kat Sun. Menuk yang praktis menjadi tulang punggung keluarga, tampil sebagai istri teladan. Soleh, suami Menuk, sering cemburu pada Ping Hen alias Hendra, anak Tan Kat Sun. Latar belakang anugrah saling mencintai dalam perbedaan agama yang pernah dijalin Hendra dan Menuk membuat pasangan suami-istri ini sering berselisih paham. Tan Kat Sun (Hengky Sulaeman) seorang pemeluk Budha yang taat namun sangat menghargai pemeluk agama lain dengan mengakomodir kebutuhan makanan halal bagi pelanggan muslim-nya, ia bermasalah dengan anaknya, Ping Hen alias Hendra (Rio Dewanto), yang memiliki visi tersendiri dalam bisnis. Ia pemuda yang sangat mudah marah terlebih ketika dibilang Cina, oleh orang-orang yang hendak berangkat ke masjid.

Kisah lain yang menarik, Rika (Endhita), seorang mualaf Kristen, ia belajar agama Katolik dan ingin dibaptis, sementara tetap mendorong putranya Abi untuk memperdalam agama Islam di mesjid setempat. Bahkan Ia mampu mendatangkan kembali orangtuanya kerumahnya dalam syukuran khatam Al-Quran putra sematawayangnya. Dalam proses pembaptisan, Rika didekati oleh Doni (Glenn Fredly), namun tersirat dikisahkan Rika lebih tertarik dengan Surya (Agus Kuncoro), pemuda muslim yang bercita-cita menjadi aktor hebat namun belum mendapat kesempatan berperan sebagai pemeran utama, kemudian dengan pertentangan serta pertimbangan, ia bersedia memerankan tokoh Yesus yang disiksa dan disalib dalam drama Paskah juga sebagai Yosef, suami Maria ibu Yesus dalam drama Natal.

Kisah yang berputar pada permasalahan masing-masing keluarga dan perorangan tadi, serta masalah sosial masyarakat yang kompleks, kebencian antaretnis/agama, radikalisme agama dalam bentuk peristiwa bom di gereja, perusakan restoran Cina oleh pemuda-pemuda Islam yang tidak suka dibukanya kembali resoran tersebut saat H-2 Idul Fitri , juga usaha-usaha untuk menengahinya, hingga kemudian membahas mengenai bagaimana pertentangan-pertentangan ini bisa diselesaikan.

Film ini berani menampilkan hal-hal yang sangat sensitif, yang tidak disangka-sangka oleh penonton bahwa fakta nyata tersebut akan di tampilkan, dan pada adegan-adegan tertentu dirasa mustahil dilakukan di dunia nyata.

Seperti dalam tag-line film ini “Masih pentingkah kita berbeda?” jelas Hanung Bramantyo mencoba membuat penonton berpikir perbedaan yang bagaimanakah yang akan ditampilkan dalam film ini, mengapa perbedanan menjadi hal yang sangat sensitif bagi bangsa ini, mengapa hanya karena perbedaan, mampu menumpahkan darah anak-anak bangsa yang tidak hanya dari satu agama maupun etnis. Bukankah hal ini menjadi tidak sesuai dengan semboyan negara kita, “ Bhineka Tunggal Ika” walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. di negeri yang pada masa merebut kemerdekaannya, telah. Tetapi yang faktanya dapat kita lihat di taman makam pahlawan diseluruh negeri ini, bahwa darah tertumpah untuk merebut kemerdekaan juga tertumpah dari anak bangsa yang beribadah di mesjid, gereja, vihara maupun pura.

Oleh : Nadia Amalia N

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 × two =