Hujan Bulan Juni

330 dibaca

1.-Hujan-Bulan-Juni

“Apakah dunia kita ini? Kita saling menyendiri dan selalu mengasingkan dunia? Apakah ada jawaban? Atau persoalan?” tanya Sarwono pada dirinya sendiri. Begitulah ia, tokoh lelaki yang lebih banyak bertanya-tanya, berpikir, sibuk menanggapi kejadian-kejadian di luar dirinya atau yang menimpa dirinya secara internal.

Sarwono dan Pingkan, dua sosok yang memadu kasih dalam novel Hujan Bulan Juni. Mereka terus berusaha mengukuhkan cinta di tengah berbagai terpaan perbedaan antarkeluarga. Sosok Sarwono yang seorang dosen muda Jurusan Antropologi yang sering diejek “zadul” atau zaman dulu oleh kekasihnya.

Dan Pingkan adalah dosen muda di Program Studi Jepang. Mereka sudah kenal sejak lama, terlebih Sarwono sendiri adalah teman dari kakak Pingkan, Toar. Mereka pun dilanda kebingunan sampai kapan hubungan ini dapat berlanjut ke pernikahan. Sebuah prosesi yang membutuhkan pemikiran matang dan tahap lebih dewasa.

Banyak lika-liku hidup yang dihadapkan pada Sarwono dan Pingkan. Sarwono yang dari kecil hidup menetap di Solo, sudah barang tentu orang Jawa. Sedangkan Pingkan adalah campuran antara Jawa dengan Manado. Ibu Pingkan adalah keturunan Jawa yang lahir di Makassar, sedangkan bapak Pingkan orang pribumi Manado. Sarwono yang sangat taat pada agamanya (Islam) dan sosok Pingkan yang juga meyakini agama (Kristen) sepenuh hati.

Hubungan asmara Pingkan dan Sarwono ini tidak hanya mendapatkan hambatan dari keluarga besar Pingkan karena semua perbedaan latar belakang. Tetapi juga kehadiran orang ketiga bagi Sarwono, yaitu Katsuo yang merupakan dosen Jepang yang pernah kuliah di UI, tempat Sarwono dan Pingkan mengajar sekarang. Dan selama di Indonesia, Katsuo sangat dekat dengan Pingkan. Sarwono harus menahan diri dan meyakinkan dirinya sendiri kalau Pingkan tetap setia padanya.

Di novel pertamanya ini, penyair Sapardi Djoko Damono mencoba memasuki daya khayal kaula muda saat ini. Rangkaian kalimat yang panjang hanya akan membuat pembaca menjadi bosan dan terlihat dipaksakan. Namun, nyatanya Sapardi berhasil membuat pembaca menikmati kalimat-kalimat panjangnya. Novel sastra ini hadir bagai hujan bulan Juni yang menyiram gersangnya dunia kesusastraan Indonesia. Hujan Bulan Juni berhasil mencuri perhatian pembaca di tengah kerumunan novel populer yang menjamur. Dengan ego seorang penyair, Sapardi menggabungkan bait-bait puisi yang menambah bumbu romantika dalam sebuah kehidupan dan hubungan.

Sayangnya, meskipun novel ini membuat pembaca tenggelam pada kisah Sarwono dan Pingkan namun akhir ceritanya menggantung dan tidak selesai. Akhir cerita yang menyuguhkan tiga sajak kecil membuat cerita ini seolah-olah tidak akan pernah selesai.

Sajak Panjang Sapardi

Judul                                : Hujan Bulan Juni

Penulis                             : Sapardi Djoko Damono

Penerbit                           : Gramedia Pustaka Utama

Tanggal Terbit                  : Juni 2015

Jumlah Halaman               : 135 Halaman

Harga                                : Rp. 68.000

Laporan: Yessy Eva Nora

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine − five =