Kampus  

Konservasi Kupu-kupu, Serangga Indikator Kesehatan Lingkungan

134 dibaca
Kupu-kupu Troides helena terbang di Taman Kupu-kupu Gita Persada (19/08). Foto oleh Chairul Rahman Arif

Taman Kupu-Kupu Gita Persada (Taman Kupu-Kupu Gita Persada) berada di kaki Gunung Betung, Kecamatan Kemiling, Bandarlampung.  Taman ini dapat ditempuh hanya tiga puluh menit dari pusat kota. Tidak hanya menyajikan ekowisata yang dapat mengedukasi, taman kupu-kupu ini turut andil dalam memperkaya keanekaragaman hayati di Provinsi Lampung

Troides helena dengan rentang sayap lebih kurang sebesar empat belas sentimeter itu bebas terbang dan hinggap pada tanaman yang ada di TKGP. Kupu-kupu itu berwarna hitam dengan sayap bawahnya berwarna kuning. Satwa yang termasuk dalam family Papilionidae ini merupakan salah satu hewan yang dilindungi. Hal tersebut, tertuang pada Peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 tahun 2018.

Herawati Soekardi Djausal , Pengelola TKGP mengungkapkan Troides helena dapat dengan mudah ditemui di taman kupu-kupu yang dia kelola. Larva Troides Helena menjadikan tumbuhan Aristodea tagala sebagai inang. Kupu-kupu raja ini hanya akan meletakan telurnya di tumbuhan Aristodea tagala yangberdaun muda.

Aristodea tagala tumbuh merambat. Sering juga disebut sebagai sirih hutan karena bentuknya yang menyerupai sirih.  Di TKGP, tanaman Aristodea tagala ditanam dalam jumlah besar. Pembibitannya pun diperlakukan secara khusus.

“Kalau tanamannya masih kecil kita buat tutup dengan jaring. Karena kalau tidak, si induk bertelur begitu saja di tanaman yang masih kecil. Kalau ada ulatnya (di tanaman yang kecil tadi) kita pindah ulat itu karena nanti tanamannya malah habis dimakan ulat semua,” kata Herawati.

Di lahan dengan ketinggian 400 meter dari permukaan laut tersebut, sebanyak 189 spesies kupu-kupu Sumatera hidup dengan nyaman. Menurut Herawati, perlu pengelolaan yang serius dalam menjalankan konservasi kupu-kupu. Baginya, konservasi itu menyangkut kelestarian, pengelolaan, dan pemanfaatan.

“Bagaimana taman kupu-kupu ini ikut menggugah kesadaran masyarakat untuk cinta terhadap lingkungan. Kalau dikelola dengan baik kita tahu tiap jengkal isinya,” ujarnya.

Pengelolaan TKGP dilakukan dengan menyediakan makanan bagi larva dan kupu-kupu dewasa. Larva dan kupu-kupu menurut Herawati, memiliki makanannya masing-masing, tidak saling berkompetisi.

“Ini istimewanya. Kupu-kupu tidak bersaing dengan ulatnya. Ulat makan daun, kupu-kupu makan nektar bunga dan juga buah-buahan,” jelasnya.

Herawati menambahkan kebanyakan kupu-kupu memiliki makanan spesifik. Lalu, kupu- kupu juga bersifat monofagus saat menjadi larva (hanya memakan satu jenis tumbuhan).

Induk kupu-kupu tidak akan salah meletakan telurnya. Induk tersebut, memilihkan makanan untuk anaknya dengan terbang lalu bertelur. Selanjutnya, meletakan telurnya di daun paling muda pada tanaman.

Namun, terdapat pula kupu-kupu yang makanannya tidak spesifik. Herawati mencontohkan spesies Grafium Agamemnon yang memakan tidak hanya satu jenis tanaman.

“Konsep konservasinya kita harus mengenali apa yang dimakan oleh kupu-kupu dan ulatnya. Kita bikinkan mikro habitat. Semua yang dibutuhkan ada disitu,” ungkap mantan dosen biologi Unila ini.

Keanekaragaman kupu-kupu di TKGP perbanding lurus dengan keanekaragaman tumbuh inangnya. Tiap larva kupu-kupu memerlukan tumbuhan inang yang berbeda. Selain itu, panjang probosis (alat penghisap nektar) pada tiap spesies kupu-kupu memiliki panjang yang beragam. Tanaman yang menjadi makanan kupu-kupu pun ditanam beragam pula.

“Maka, tanaman bunga sebagai makanannya juga tidak kita buat sama. Kita tanam soka, kita tanam kembang kertas yang kira-kira ada nektarnya.”

Konservasi Kupu-kupu

Selama 22 tahun terakhir Herawati melakukan konservasi kupu-kupu di Provinsi Lampung. Ketertarikan Herawati berawal ketika dia ingin membuat layang-layang berbentuk kupu-kupu. Karena penasaran dengan bentuk kupu-kupu sebenarnya, dia dan suami berkeliling mencari kupu-kupu dan memotretnya.

Herawati kagum dengan keanekaragaman kupu-kupu yang dia temukan. Hal itu menambah ketertarikan mantan dosen biologi Unila ini untuk mengetahui lebih jauh tentang kupu-kupu.

Sebagai seorang biolog, Herawati terhubung dengan ahli biologi lain. Dia menghubungi kerabatnya untuk mendapatkan informasi tentang ahli kupu-kupu di Indonesia.

Saat itu, pencariannya nihil. Herawati tidak menemukan seorang biolog yang fokus hanya khusus menggeluti kupu-kupu.

“Yaudah karena saat itu tidak dikerjakan orang lain, kita yang menjalakan,” ungkap ibu anak empat ini saat ditemui di kediamannya. Sabtu, (18/08).

Awalnya, di lahan yang intensif dikelola untuk taman kupu-kupu seluas lima hektare itu, hanya terdapat tujuh spesies kupu-kupu saja. “Jadi kita survei di Gunung Betung, sama anak-anak Unila. Kita naik gunung dari lima sisi. Kita perhatikan daun-daun yang bolong. Kalau ada ulatnya kita bawa juga,”

Herawati juga secara berkala survei bibit inang bagi larva kupu-kupu. “Misalnya di TNBBS, TNWK, rawa-rawa di Tulang Bawang, akhirnya kita lihat pinggir-pinggirnya. Kalau ketemu daun yang ada ulatnya kita bawa ke Gita Persada,” kata Herawati.

“Kadang-kadang di awal kita nggak tahu akan jadi kupu-kupu apa ulat ini. Kalau kita dapet ulat itu, kita bawa juga tanaman inangnya. Kalau ada bijinya kita semai,” ujar Herawati yang juga Ketua Yayasan Sahabat Alam ini.

Dia mengungkapkan TKGP melakukan konservasi kupu-kupu dengan bekerja dalam tim yang merupakan keluarganya sendiri. Bahkan terkadang, Herawati membayar gaji karyawan TKGP dengan gaji anggota keluarga.

“Gaji saya, saya sumbangkan untuk gaji karyawan. Gaji Pak Ansori, suami Herawati, untuk makan di rumah, misalnya,” ungkapnya.

Herawati mendapat izin kelola sejak 1999 selam 35 tahun. Namun, yang terjadi di lapangan  ternyata lahan seluruhnya sudah “dikuasai” masyarakat. Herawati pun melakukan “pembebasan lahan” yang sudah masyarakat tanami, padahal sebenarnya merupakan lahan negara.

“Kita hargai hukum tidak tertulis di masyarakat. Bukan dibeli sebenernya. Karena mereka udah nanem macam-macam. Kita ganti rugi tanam tumbuh saja. Saya mengerjakan dengan senang karena dapat dukungan dari seluruh keluarga.”

Menurut Herawati banyak penelitian yang sudah dilakukan di TKGP. Bahkan, gelar doktornya didapatkan dari penelitian di tempat yang dia kelola.

“Saya ngebimbing mahasiswa Unila mulai 2005 sampai saya pensiun 2018. Kalau satu tahun 10 mahasiswa berarti ada 120 mahasiswa yang penelitian di TKGP,” ujar alumni Biologi ITB ini.

Serangga Indikator Kesehatan Lingkungan

Dari perkiraan sebanyak 17.500 jenis kupu-kupu di dunia, tak kurang dari 1.600 jenis di antaranya tersebar di Indonesia. Menurut Herawati, peningkatan jenis kupu-kupu di TKGP terus terjadi tiap tahunnya. Dari yang awalnya tujuh jenis kupu-kupu, kini terdapat 189 jenis.

Peggie Djuniantie (55), peneliti kupu-kupu di Laboratorium Entomologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengungkapkan keberadaan kupu-kupu memiliki nilai penting bagi lingkungan. Menurutnya keberadaan kupu-kupu yang beragam dapat memberikan indikasi bahwa area itu masih alami.

Kupu-kupu juga turut membantu menyerbuk bunga, serta turut membantu dalam kemajuan pemikiran.“Perubahan fungsi habitat akan memengaruhi penyebaran kupu-kupu di suatu area. Kupu-kupu dapat digunakan dalam pemantauan lingkungan untuk mengamati perubahan habitat atau tingkat kerusakan habitat,” kata Peggie saat di hubungi via Whatsapp, Minggu, (23/08).

Peggie menambahkan isu penurunan populasi serangga secara umum sudah terlihat nyata. Penyebab utamanya karena alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida, dan pupuk sintetis. Ia juga mengungkapkan adanya faktor biologis seperti sifat patogen dan spesies invasif.

“Ini dapat dirasakan dari sulitnya menemukan kupu-kupu di sekitar lingkungan kita,” ujar Peggie.

Peggie menjelaskan, dalam ekosistem kupu-kupu berperan sebagai konsumen tingkat pertama sekaligus menjadi makanan bagi konsumen tingkat selanjutnya. “Kupu-kupu juga merupakan bagian dari mata rantai makanan dan menjadi makanan bagi hewan lain,” ujarnya.

Menurutnya, diversitas spesies kupu-kupu yang rendah menandakan bahwa area itu sudah rendah kualitas lingkungannya. Maka, dia juga mengajak masyarakat untuk dapat berkontribusi menjaga alam dengan mengubah perilaku sehingga lebih ramah pada lingkungan.

“Usaha yang dapat kita lakukan adalah dengan menekan tingkat polusi dan hidup berdampingan dengan serangga,” ujar Peggie.

Konservasi Kupu-kupu Memberi Banyak Manfaat

Sutiah (38) terlihat sedang membelah tebu kuning yang dia tanam sendiri rumahnya. Di tangan kanannya, ia memegang pisau besar yang ia letakan di atas potongan tebu. Pisau besar tadi ia hentakan ke bawah dengan mantap. Lalu terbelahlah potongan tebu tadi menjadi dua bilah.

Gubuk tempat ia berjualan itu berwarna hijau. Terbuat dari kayu dengan lebar sekitar 2 x 1,5 meter. Beberapa bangunan warung terlihat berjejer di bahu jalan menuju TKGP yang dapat ditempuh hanya 30 menit dari pusat kota.

Sutiah biasanya berangkat pukul sembilan dari rumahnya yang hanya berjarak sekitar 20 meter dari tempat dia biasa berjualan. Sudah dua tahun terakhir dia berjualan es tebu di pinggir jalan menuju TKGP.  Dia menjual es tebu dengan harga lima ribu rupiah per gelas.

Menurutnya keberadaan TKGP turut mendorong usaha yang dia jalankan. “Biasanya pulang sore. Kalau Minggu atau Sabtu malah bisa jam 11 siang sudah habis,” ujarnya.

Selain dirasakan masyarakat sekitar yang berdagang. Keberadaan TKGP juga dapat dirasakan manfaatnya bagi para pengunjung. Agta (21) mengaku baru pertama kali ke TKGP. “Pengen cari tempat refresing. Buat kita yang pengen suasana beda, enak udaranya seger, jadi tenang bawannya,” ujar mahasiswa Unila ini.

Senada dengan Agta, Rangga Bima Zunata (22) mengungkapkan saat berkunjung di TKGP dirinya merasa tenang. Menurutnya mulai jarang menemukan tempat yang asri di Bandarlampung. “Bagus, Cuma mungkin perlu ditingkatkan lagi misalnya ada tur gaet yang bisa memandu mengenalkan kupu-kupu yang ada di sini.”

Menurut Kepala Tahura Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) Eny Puspasari (45) menjelaskan bahwa lahan TKGP masuk ke kawasan register 19 tepatnya di kaki Gunung Betung, Tahura WAR, Bandar Lampung.

Upaya yang dilakukan Dinas Kehutanan adalah dengan perjanjian kerjasama di tahun 2009 dalam rangka penguatan fungsi Tahura WAR.  “Tahura ini kan fungsinya sebagai koleksi keanekaragaman hayati yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.”

Senada dengan Eny, Ariyadi Agustiono (40) Kasi Perencanaan Hutan Tahura WAR mengatakan TKGP punya sumbangsih terhadap keanekaragaman koleksi satwa dan tumbuhan. Menurutnya di taman kupu-kupu dari tujuh jenis kupu-kupu, dengan rekayasa habitat kemudian mendatangkan kupu-kupu lain dengan menyediakan tanaman pakannya. Bertambahnya jumlah jenis kupu-kupu dari tujuh jenis menjadi 189 jenis menurutnya sesuatu yang patut disyukuri.

“Saat ini ada 180-an jenis kupu-kupu artinya di situ ada 180-an jenis tanaman pakannya, sehingga menambah koleksi Tahura. Di satu sisi mereka konservasi di sisi lain menambah keragaman koleksi baik dari jenis kupu-kupu maupun jenis tumbuhan,”ujar Ariyadi saat ditemui di kantornya.

Menurutnya Dinas Kehutanan melalui UPTD Tahura WAR selalu berkoordinasi dengan pihak  TKGP. “Share pengetahuan. Sehingga menjadi input bagi kita untuk pembelajaran pengetahuan konservasi secara luas,” pungkasnya.

Penulis Chairul Rahman Arif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

14 − 12 =