Sayuran dari Tempat Sampah Pasir Gintung

222 dibaca

Lokasi Tempat Pembuangan Sampah di Pasar Pasir Gintung

Malam di Pasar Pasir Gintung

Jumat malam, 31 Agustus lalu. Hujan lebat berlangsung sejak pukul 22.00 WIB di sebagian besar Kota Bandarlampung.

Toko dan emperan sudah tutup, hanya satu toko sembako yang masih menerima pembeli. Tak ada warga yang lalu-lalang, jalanan becek dan berlumpur itu tenang. Jalanan becek, air sampah sayuran dan air hujan bercambur, menibulkan bau busuk di sepanjang Pasar Pasir Gintung, Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung.

Ketika malam semakin larut, terlihat beberapa petugas kebersihan dan pedagang membersihan pelataran toko, kemudian membuang sampahnya di samping gapura bertuliskan “Pasar Pasir Gintung”. Sekitar tiga ratus meter terlihat Kantor Unit Pelaksana Teknis Pasar Pasir Gintung.

Pukul 01.00 WIB pasar mulai ramai. Mobil-mobil pengangkut sayuran mulai berdatangan. Satu-persatu menurunkan sayuran dan menjajakannya di lapak masing-masing. Meski cuaca dingin bercampur gerimis, para pedagang terus hilir-mudik.

Bau menyengat dan beceknya tak jadi masalah bagi pedagang dan pembeli, kondisi ini sudah terjadi setiap hari. Bau busuk semakin tercium ketika hujan reda.

“Kami mengeluhkan bau begini, tapi ya bagaimana lagi, namanya juga pasar. Apalagi kalau tempatnya di depan bak sampah langsung yang dekat penjual ikan,” ujar Luhut, Salah satu pedagang ketika dijumpai teknokra.co.

Sampah dan Sayuran Busuk

Setiap pagi truk pengangkut sampah akan mengangkut sampah dua kali. Satu truk penuh sampah berisi kurang lebih 10 kuintal. Truk pagi bisa mengangkut hingga 20 kuintal sampah Pasar Pasir Gintung yang nantinya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung.

Sejak dini hari, truk itu sudah terparkir di depan penampungan sampah dan mulai berangkat pukul 08,00 WIB hingga sampah habis.

Malam itu, pukul 03.06 WIB, di belakang mobil truk pengangkut sampah, Iskandar, salah satu petugas kebersihan sedang memilih sayuran yang masih bisa dijual. Diantaranya ada wortel, kentang dan sayuran lain yang terlihat masih layak jual.

Duduk di atas tumpukan sampah, Iskandar dengan terampil membelah kentang yang dipenuhi lumpur itu menjadi dua, ia menunjukkan kondisi kentang yang menurutnya bagus kemudian meletakkannya di ember bekas cat berwarna putih. Sedangkan kentang yang busuk ia buang ke lantai penampungan sampah itu.

Sayuran itu nantinya ia jajakkan di rak kayu di samping penampungan sampah pasar tradisional terbesar di Bandar Lampung itu. Di bawah rak itu sudah berisi sayuran yang sudah dipisahkan. Dalam sehari, Iskandar bisa mengantongi uang Rp 200-250 ribu dari hasil penjualan sayuran bekas ini.

“Ini di pilihin yang masih bagus, bagus semua ini tuh, tapi namanya di pasar gak dilihat gak, cuma ada yang busuk aja. biasanya yang disortir itu kol sama daun bawang aja. lumayan untuk seseran,” ujarnya.

Iskandar mengatakan, ada saja pembeli yang menghabiskan dagangannya. Sayurannya tetap laku karena ia mematok harga lebih murah dari harga pasar. “Kalau di pasar misalnya kentang satu kilogram itu RP 20.000, di sini kita jualnya setumpuk harganya segini nih, gak pakai kilogram, jadi lebih banyak dan lebih murah,” pungkasnya.

Salah satu pedagang, Luhut mengatakan, tak ambil pusing dengan transaksi jual beli sayuran dari tempat sampah itu, “Kalau itu urusan mereka lah, yang salah itu bukan yang mulung sayurannya tapi yang beli, sudah tahu gak sehat, racun kok dibeli,” ujarnya.

Ia berharap pembeli tak hanya memikirkan harga murah tapi juga dampak kesehatan dari sayuran itu.

Salah satu pembeli, Ernawati mengatakan, sayuran yang dijajakan Iskandar sudah menjadi rahasia umum di Pasar Pasir Gintung. Namun, ia memutuskan untuk tidak ikut membeli lantaran takut akan membuat keluarga terjangkit penyakit.

Oleh: Faiza Ukhti Anisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fifteen − six =