Opini  

Korupsi dan Jembatan Moralitas

Foto: Repro Internet
316 dibaca
Foto: Repro Internet
Foto: Repro Internet

teknokra.co: Masalah klasik timbulnya korupsi dinegara ini disebabkan oleh berbagai faktor yang begitu banyak benang-benang yang perlu diurai, namun dapat dilihat secara singkat melalui dua aspek yaitu hukum dan segi moralitas.

Teori Resultan menjelaskan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari masyarakat, jika kita kaitkan dengan kejahatan korupsi yang dilakukan dahulu, hingga sekarang tidak lebih dari sebuah kesepakatan luhur antara pihak-pihak tersebut menjadi sebuah keabsahan dan kewajaran

Pola perilaku korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah mendapat perlawanan dari masyarakat umum (baca:melalui badan perwakilan) dengan pembentukan regulasi khususnya mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi, jika kita melihat dari perspektif yang dikatakan sebagai “Komunitas Patuh” atau community of observance semakin mempertegas pola hubungan antar hukum yang diinginkan oleh masyarakat dan korupsi yang dilakukan sebagai community of observance oleh pejabat negara dan jembatan moralitas yang dapat menghubungkan antar kepentingan yang dimiliki tiap pihak. Antar pola berikut ini menjadikan pelajaran bahwa sesungguhnya moralitas yang kita bicarakan ini dalam aspek moralitas hukum yang menjadi penghubung, dengan bergeraknya mengarah terbentuknya hukum punitif yang menghendaki akan pemberian sanksi dalam proses hukum dan tidak memberikan alternatif penyelesaian hukum khususnya dengan bahasan mengenai aspek korupsi.

Dengan melihat UU Tipikor bisa kita lihat yang aspek pencegahan oleh masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf e yaitu : e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal : 1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya mencegah dan pemberantasan tindak pidana korupsi; 4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya; 5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan melihat realitas tanpa menyampingkan peran aktif masyarakat maka saya melihat regulasi ini cukup mampu menjadi jembatan moralitas akan penegakan anti korupsi. Maka, penegakan akan kejahatan ini bukanlah pada aspek hukum yang menjembatani melainkan jauh sebelum itu moralitas antar generasi dan agama serta moral yang telah disebutkan dalam regulasi tersebut dan menjadikan suatu budaya hukum yang ditentukan oleh nilai-nilai yang kemudian menjadi acuan dalam praktek penyelengaraan oleh pejabat negara. Patut mendapatkan perhatian bahwa sudah saatnya kita berfikir bahwa hukum tidak sekadar akan sebuah positivis-legalistik, melainkan menjadikan sesuatu alternatif yang luarbiasa agar penegakan dan pencegahan menjadi sukses. Sehingga penegakan hukum tidak hanya sebatas pada tolak ukur dalam suatu undang-undang atau yang tertulis saja, melainkan lebih berjalan dan tidak bertolak ukur pada Lex dura sed tamen scripta.

Oleh: Muhammad Amin Putra (Menteri Pendidikan dan Kepemudaan BEM U KBM Unila) Hukum 09

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

12 + 19 =