Opini  

Mencari Jati Diri Hukum Indonesia

Foto: Repro Internet
342 dibaca
Foto: Repro Internet
Foto: Repro Internet

teknokra.co: Melihat perjalanan dan perkembangan hukum sangatlah menarik. Bukan hanya pada aspek yang terlihat didepan mata, bagaimana dinamika kasus, terjerat hukum maupun bentuk-bentuk hukuman.

Melainkan yang harus dicermati bagaimana hukum itu ada dan kemudian bertransformasi dalam kehidupan manusia.

Bagaimana proses transformasi itu dapat terjadi tentulah menjadi wadah berpikir kita bersama, bukan menjadi tanggung jawab para pembentuk hukum di legislatif, pelaksana di eksekutif maupun ditingkat yudikatif. Namun, semua ini menjadi bahan berpikir bagi kita sebagai individu yang tergabung pada sebuah komunitas yang besar bernama “Indonesia”. Sebagai pengantar, alangkah indah contoh ini. Secara rasionalitas, mengapa proses musyawarah yang dilakukan oleh polisi dan pelanggar lalu lintas dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum?

Tentulah kita secara kolektif akan mengatakan tidak sesuai dengan aturan hukum yang ada di UU No. 22 tahun 2009. Tapi, jika kita kembali pada sebuah rasionalitas bahwa proses penyelesaian melalui non litigasi lebih diutamakan, dan bagaimana bisa dikatakan dalam proses pelanggaran hukum lalu lintas melalui pengadilan menjadi lebih utama dilakukan oleh pihak penegak hukum? Tentunya ini hanyalah sebuah contoh betapa seharusnya efektifitas hukum lebih diutamakan dan sebagai penyadaran hukum bagi masyarakat indonesia. Bahwa selama ini kita hanyalah follower bagi adanya bentuk hukum modern yang saat ini berkembang dinegara kita. Selama ini pula secara sadar dan rasional kita menjadikan hukum yang ada di luar pribadi bangsa menjadi hukum bagi negeri ini. Tahu kah bahwa penyusunan sebuah produk hukum masyarakat di negeri ini melalui sebuah mekanisme yang panjang, dimulai dengan adanya program regulasi nasional, pembahasan pada komisi dan disahkan melalui keputusan bersama, sedangkan diluar sana menanti sebuah kepastian akan sebuah legalitas yang menyangkut hajat hidup masyarakat. Dapat kita lihat bahwa, terkatung-katungnya jadwal pemilihan kepala daerah yang diatur dalam RUU Pemerintahan Daerah dapat segera selesai jika pembahasan segera dilakukan dan diberlakukan.

Mekanisme yang begitu panjang ini tentunya merupakan sebuah formulasi yang tercampur baur (mixed) antara hukum modern yang ada dengan proses perwakilan dalam Pancasila. Namun yang menjadi sebuah titik tolak adalah kesadaran akan pembentukan hukum nasional yang berkehidupan sosial-politik-kultural Indonesia (developed from within) tidak terjadi, melainkan pemaksaan (imposed from outside). Terciptanya suatu hukum tentunya dikembangkan pada sebuah lokalitas rumusan pemikiran yang mewakili karakteristik tertentu. Sudah saatnya kita memulai sebuah pemikiran akan pentingnya sebuah hukum yang bersandar akan karakteristik masyarakat dan memperhatikan efektifitas sebuah hukum bukan pada sebuah patron mekanisme kaku. Karena patut dipahami, hukum akan selalu tertinggal oleh sebuah pergerakan sosial masyarakat. Mungkin masih ingat dengan upaya perubahan paradigma pada tahun 1990-an yang dilakukan oleh Polda Jawa Tengah yang dipimpin oleh (Alm.) Mayjen Muslihat yang mewujudkan Babinkamtibdes, yang secara garis besar ingin tidak melakukan intervensi kehidupan (alami) masyarakat sebagaimana terjadi saat ini.

Sebuah rangkaian contoh diatas dapat menjadi buah pikir bagi kita bahwa, bagaimana efektifitas hukum dapat dilakukan dan kembali menghidupkan “cara berhukum” yang efektif dan sesuai dengan kehidupan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Renner, “the development of the law gradually works out what is socially reasonable”, bahwa hukum itu dibiarkan mencari dan menemukan jalannya sendiri secara progresif. Tanpa sebuah paksaan pada negeri dan bangsa ini, yang akan semakin mengekang pribadi-pribadi kita.

Muhammad Amin Putra

Menteri Pendidikan dan Kepemudaan BEM U KBM Unila 2012-2013

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × five =