Kampus  

Dosen Arogan, Mahasiswa Melawan

271 dibaca
Tek-Online: “Hei, kamu keluar!” ujar Tistanta Dosen Fakultas Hukum. “Tapi saya sedang mencari kursi Pak!,” jawab Arif. Kemudian Arif mendekati Tistanta dan menjelaskan mengapa ia terlambat. “Keluar!” teriak Tistanta yang sudah naik pitam.
Tek-Online: “Hei, kamu keluar!” ujar Tistanta Dosen Fakultas Hukum.
“Tapi saya sedang mencari kursi Pak!,” jawab Arif. Kemudian Arif mendekati Tistanta dan menjelaskan mengapa ia terlambat.
“Keluar!” teriak Tistanta yang sudah naik pitam.

Arif pun meninggalkan ruang kelas dengan perasaan kesal. Ia memukul pintu dengan telapak tangannya. Sontak Tistanta naik pitam,berteriak dan membanting microphone dengan kencang dan mengejar Arif. Karena Arif tak terkejar maka ia pun kembali ke kelas.

”Bagi yang mau menggantikan saya, silakan maju ke depan, dan gantikan saya, ujar Tistanta sambil mengeluarkan sekotak rokok dan korek apinya. Ia pun mulai merokok hingga asap menyembul dan mengenai mahasiswa yang berada didekatnya.

Serentak mahasiswa dibuat kaget dengan hal yang dilakukan oleh dosen. Salah seorang mahasiswa di ruang tersebut berinisiatif menegurnya. “Maaf Pak, ketika kuliah berlangsung tidak boleh merokok.” Sontak seluruh mahasiswa di ruang itu menyoraki dosen tersebut. “Dosen boleh merokok, mahasiswa tidak boleh dengan alasan bahwa peraturan dosen berbeda dengan peraturan mahasiswa dalam statuta,” terang seorang mahasiswa, Virgi Caksono (Hukum ’11) sambil menirukan Tistanta.

Kejadian ini bermula ketika Arif Oktariansyah (Hukum ’11) dan delapan temannya yang lain datang terlambat pada Kamis (04/04) lalu saat perkuliahan hukum administrasi negara berlangsung di gedung D1 Fakultas Hukum (FH).

Virgi Caksono (Hukum ’11) yang menyaksikan kejadian ini mengatakan awalnya kuliah yang diikuti oleh 346 mahasiswa ini berlangsung kondusif. Sepuluh menit berselang hingga dosen masuk, mahasiswa ribut, dan dosen langsung memukul meja dengan telapak tangan.Semua terdiam. Dua puluh menit kemudian, ada empat orang mahasiswa mengetuk pintu dan meminta masuk. Tistanta pun mempersilahkan mahasiswanya masuk. “Ya, mereka tetap diperbolehkan masuk,” cerita Virgi.

Namun, hingga 5 menit berlalu, Arif masih saja sibuk mencari kursi dengan melihat sekeliling ruangan. Sedangkan ketiga temannya sudah duduk, walaupun hanya duduk di lantai, Arif kemudian hanya berdiri. Tistanta geram melihat mahasiswanya tetap berdiri dan akhirnya naik pitam.

Menurut Tistanta, alasan ia marah-marah di kelas karena kelas terlalu padat sehingga banyak mahasiswa yang mengobrol. Sebenarnya dirinya tak ingin marah dan mencoba bersabar namun telah berkali-kali mencoba menenangkan mahasiswa tetap saja kelas tak kondusif.

“Saat saya mulai merasa bahwa kelas sudah tidak kondusif lagi, ya saya langsung merokok. Saat itu, mahasiswa menggugat saya, tapi sayangnya mahasiswa tidak memiliki dasar gugat,” terang Tistanta.

Sebagian besar mahasiswa kemudian keluar dari kelas, hanya menyisakan sekitar 70an mahasiswa saja yang mayoritasnya adalah mahasiswi. Keadaan ini berlangsung hingga akhir perkuliahan. “Ketika saya rasa di ruangan kelas sudah tidak kondusif lagi, maka saya dan kawan-kawan keluar dari kelas,” ungkap Fadil.

Bagi Tistanta tidak masalah berapa mahasiswa yang tersisa di kelas.“Filosofinya begini, lebih baik melahirkan 100 ekor singa daripada melahirkan 100 ekor kambing,” kata Tistanta.

Tistanta menyadari bahwa ia adalah seorang dosen yang arogan dan tidak mempunyai kemampuan diri dalam hal penguasaan kelas. “Mungkin saya yang bodoh atau mereka tidak mau memberi perhatian, saya pun bingung, tapi satu hal, dosen tetap punya otonomi dikelas,”katanya.

Mengenai peraturan kelas yang ‘menghalalkannya’ merokok, menurut Tistanta antara merokok dan tata tertib kelas perlu dibedakan, jadi substansi tata tertib dosen dan mahasiswa berbeda.

Saat ditanya terkait kegiatan mengajar berikutnya dan mahasiswa yang memukul pintu tersebut maka Tistanta menanggapi dengan candaan. Menurutnya ia akan memberi uang kepada mahasiswa yang ia marahi. “Saya menyayangi mahasiswa pintar, tetapi saya lebih menyukai mahasiswa nakal, karena merekalah yang kelak akan menjadi orang, pada dasarnya mereka adalah orang yang kreatif, namun mereka tidak punya tempat-tempat kreasi, sehingga mereka butuh jalan atau saluran-saluran pengembangan diri,”tuturnya.

Oleh : Faza

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

two × one =