teknokra.com: Perubahan iklim menjadi penyebab berbagai bencana serius di bumi, seperti kebakaran hutan, badai dan banjir besar akibat dari anomali temperatur udara dan cuaca ekstrim. Hal ini disampaikan Putri Setiani, penulis buku Sains Perubahan Iklim dalam acara bedah buku miliknya yang diadakan oleh Komunitas Cerita Iklim pada Sabtu, (17/4).
Menurutnya dampak perubahan iklim juga membuat suhu udara mengalami perubahan. Ia menunjukan grafik terjadinya anomali suhu udara di seluruh wilayah Indonesia yang meningkat sebesar 0.46 °C.
“Saya di Malang sudah lima tahun, selama ini sering sekali mendengar orang Malang asli bilang Malang tuh sekarang panas banget, padahal dulu dingin,” kata perempuan yang juga dosen Universitas Brawijaya ini.
Selain itu, perubahan iklim juga menjadi penyebab bencana alam di berbagai belahan dunia. “Ada banjir di kalimantan, ada banjir di jakarta yang nggak selesai-selesai, di Australia awal tahun 2020 ada kebakaran hutan yang semakin parah, di California itu juga kebakaran hutannya sangat mengkhawatirkan.”
Menurutnya banyak juga bencana alam yang diakibatkan ada kaitannya dengan kondisi cuaca yang ekstrim. “Badai tropis misalnya, itu semakin kuat dan efeknya semakin destruktif,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan perubahan iklim menyebabkan naiknya permukaan laut yang dapat merusak infrastruktur dan perekonomian.
“Jadi dikhawatirkan akan terjadi kenaikan permukaan laut setidaknya dari 0,7 meter sampai ke 1 meter atau lebih. Ada juga ilmuwan yang menyembut prediksi ini konservatif.”
Menurutnya solusi dari berbagai masalah akibat dari perubahan iklim yaitu dekarbonisasi sektor primer. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya kampanye gaya hidup yang meminimalisir emisi.
“Data menunjukan yang paling besar sumbangannya ke gas rumah kaca adalah sektor energi. Caranya macam-macam, ada yang dari menggunakan sumber energi yang lebih sustainable , ada yang menggunakan alat listrik yang dayanya lebih kecil,” terangnya
Menurutnya kondisi alam akan menurun jika terus terjadi perubahan iklim tidak teratasi. Kemudian dengan alasan itu ia menulis buku mengenai perubahan iklim.
“Saya punya dua anak, usianya tiga dan enam tahun, ketika mereka tidur dan melihat wajah mereka tuh saya nggak bisa membayangkan kedepan kondisi kehidupan mereka jadi lebih sulit karena kondisi alam yang menurun,” kata dia.
Reaksi pun berdatangan dari para responden selama diskusi tersebut berlangsung, salah satunya berasal dari mahasiswa Universitas Lampung, Ferdina Humairoh (Ilmu Kelautan ’18). Ia mengungkapkan minatnya pada proses penyisihan karbon yakni alkalinasi laut dan pemupukan karbon yang merupakan bagian favoritnya dalam buku Sains Perubahan Iklim.
“Alkalinasi laut itu berupa penambahan mineral alkali ke laut, tujuannya untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon di lautan,” kata dia.
Selain penambahan mineral alkali, ia juga tertarik denga pemupukan laut yang merupakan teknologi pemberian tambahan nutrisi pada fitoplankton.
“Jadi sebagian fitoplanton yang tenggelam ke dasar laut dari permukaan laut dapat memindahkan karbon yang diserap dari atmosfir ke dasar lautan” jelasnya.
Penulis: Arif Sanjaya