Satu Malam 27an UKMBS Unila : Menjaga Kewarasan Terhadap Krisis Seni dan Kebudayaan di Lampung

Sejumlah praktisi seni dan budaya Lampung pada program rutin “Satu Malam 27an” UKMBS Unila di Graha Kemahasiswaan Lt.2 Unila, Jum’at, (27/1). Foto : UKMBS Unila.
389 dibaca

Teknokra.co : Perbincangan dan diskusi oleh sejumlah praktisi seni dan budaya Lampung menghangatkan nuansa malam di Lt. 2 Graha Kemahasiswaan Universitas Lampung (Unila), Jum’at,(27/1).

Ruang diskusi ini tercakup dalam “Satu Malam 27an” yang merupakan program rutin dari Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Unila, yang dilangsungkan rutin di tanggal 27 pada setiap bulannya.

Mengusung tema diskusi “Seni dan Budaya Untuk Lampung Berjaya” sangat menyelimuti diskusi malam itu. 

Krisis seni dan kebudayaan di Lampung yang akut pun dilantangkan langsung oleh Pemerhati Budaya Lampung, Gino Vanollie. 

Dengan miris ia melantangkan Pemerintah Lampung yang belum memperlihatkan hasil signifikan, terhadap perkembangan seni dan budaya di Lampung.

“Selama beberapa dekade ini Pemerintah tidak memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan kebudayaan Lampung. semuanya seolah berjalan masing-masing, mengalir begitu saja. Situasi auto-pilot tanpa arah dan tujuan yang jelas, terjadi terus-menerus. Ini sangat mempihatinkan, ada banyak sekali problem yang harus kita bereskan”, lantangnya.

Selaras dengan Gino Vanollie, Budayawan dan Sastrawan Lampung, Ari Pahala Hutabarat juga kritisi Pemerintah Lampung terhadap seni dan budaya di Lampung. 

Ia berujar bahwa untuk berhadapan dengan Pemerintah Lampung, tantangannya ialah menyatukan imajinasi para intelektual dan instrumen yang bersangkutan. 

“Tentu Pemerintah memikul dosa besar akan masalah kebudayaan kita saat ini, tapi belum saatnya kita face-to-face dengan mereka. Tantangan kita yang pertama adalah menyatukan para inteletual dan seluruh instrumen yang bersangkutan. Samakan dulu imajinasi kita, baru kita bisa berhadapan dengan pemerintah,” ujarnya.

Tambahnya secara tegas ia mengajak untuk menjaga kewarasan dengan menegakkan solidaritas agar tidak terlena dengan dunia sendiri terlebih bermain dua kaki.

“Solidaritas adalah poin pertama yang mesti kita bangun. Kita sama-sama menjaga kewarasan. Jangan kita asik sendiri-sendiri, apalagi menjadi pengkhianat dengan main dua kaki,” tegasnya.

Ketua Pelaksana, Hislat Habib berharap dengan program diskusi rutin “Satu Malam 27an” dapat  membuka mata masyarakat Lampung terhadap kondisi seni dan budaya di Lampung yang perlu diperhatikan.

“Ruang kecil ini bisa menjadi pemantik kita semua untuk melihat bahwa kebudayaan kita sedang tidak baik-baik saja. 

Serta teman-teman semua bisa terus mendukung dan merapatkan barisan dalam gerakan ini,” harapnya.

Alunan musik khas dari Orkes Bada Isya UKMBS Unila serta hidangan kopi dan cemilan menambah kemeriahan yang khidmat di akhir “Satu Malam 27an”.

(Rilis)

Penyunting dan Editor : Sepbrina Larasati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

sixteen − 9 =