Tercekiknya Hak Mahasiswa Atas Fasilitas Berkegiatan Universitas Lampung

Ilustrasi : Teknokra/ Putra Alam Apriliandi
292 dibaca

Teknokra.co : Universitas Lampung (Unila) pada saat ini dinilai kurang mampu memberikan perizinan serta sarana dan prasarana yang layak bagi mahasiswa. Padahal sarana dan prasarana merupakan hak yang semestinya didapatkan oleh mahasiswa dalam menunjang kegiatan akademiknya. Mulai dari fasilitas yang tidak mendukung kegiatan mahasiswa, keamanan kampus yang kurang ketat, ditambah lagi jam malam yang membatasi ruang ber kegiatan mahasiswa. Bagaimanakah tanggapan dari pihak birokrasi Unila? Bagaimana bisa Unila tidak sadar dengan fasilitas yang tidak memadai, kemana peran birokrasi Unila yang seharusnya bisa memperbaiki kualitas dari fasilitas tersebut?

Fasilitas yang Tidak Mendukung Kegiatan Mahasiswa

Fasilitas gerha kemahasiswaan baru Universitas Lampung (Unila) dianggap masih kurang layak dalam mendukung setiap Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Bersamaan dengan masalah ini membuat kinerja beberapa UKM tingkat universitas menjadi terhambat dan kurang maksimal. Keluhan ini disampaikan langsung oleh Riki Saputra (Ilmu Pemerintahan ’23) yaitu salah satu anggota UKM Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R). Ia mengeluhkan tidak adanya aliran listrik dan lampu pada lantai tiga gerha kemahasiswaan baru yang membuat UKM PIK-R harus membeli kabel sepanjang 30 meter agar sekretariat mereka mendapatkan aliran listrik.

“Kita beli kabel 30 meter kita colok dari lantai 2 kemudian kita naikin untuk kebutuhan di ruang kita sendiri,” keluhnya.

Foto : Teknokra/ Alfian Wardan

Riki juga menambahkan adanya dampak dari efisiensi yang berakibat dari tidak meratanya aliran listrik dan penerangan gerha kemahasiswaan baru.

“Kalau yang saya dengar sih karena dampak efisiensi, tapi merasa gak adil aja, kalo memang harus di matiin ya matiin semua dari lantai 1 sampai lantai 3, ini cuman temen-temen di lantai 1 saja yang dapat sedangkan yang di lantai 3 gak dapet sama sekali bahkan lampu aja nggak. Kalo lantai 2 masih mending dia dapat listrik cuman gak dapat lampu,” jelasnya.

Ketua umum UKM Penelitian yakni Riska Aulia Putri (Teknik Kimia ’22) juga memberi pernyataan. Ia menyebutkan bahwa sekretariat UKM Penelitian kerap mengalami kebocoran dan jaringan wi-fi yang buruk.

“Kalau untuk fasilitas ya wi-fi gerha ini sih yang kadang putus-putus, untuk fasilitas lain sih ruangan di ujung kanan ruang kami itu bocor,” ucapnya.

Selain itu Riska mengungkapkan kecilnya ruangan sekretariat UKM Penelitian membuat mereka harus menggunakan aula untuk kegiatan yang lebih besar.

“Kalau untuk rapat-rapat internal saja masih mencukupi sih di UKM penelitian, tapi kalo ngadain kegiatan kegiatan yang lebih besar kita ngegunain aula sih dengan surat peminjaman,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Efasus Sitorus sebagai perwakilan dari UKM Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) mengungkapkan bahwa, UKM Mapala mau menempati gerha kemahasiswaan baru jika fasilitas dan peraturan yang didapatkan sesuai dengan yang ada pada gerha kemahasiswaan lama.

“Setuju dengan catatan tadi kebijakannya sama apa yang kita dapat di sini sesuai kita baru mau pindah, mulai dari segi ruangan, fasilitas kita baru mau pindah kebijakannya juga kalo dah pas baru mau kita pindah,” ungkapnya.

Rizki Rizaldiano (Akuntansi ’22) sebagai perwakilan dari UKM Bidang Seni (UKMBS) ikut memberikan pendapat, menurutnya lebih baik merenovasi gerha kemahasiswaan lama daripada harus memindahkannya ke gerha kemahasiswaan baru.

“Kalau aku liat itu ruangannya kecil banget ya, kalau bisa di renov aja gedung ini biar gak usah pindah, karena kemarin alasannya sudah gak layak, ya kenapa gak di renov aja biar layak lagi gitu di pake,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa UKMBS akan bersedia beralih tempat di gerha kemahasiswaan baru apabila fasilitas yang disediakan oleh Universitas sama dan sesuai dengan yang ada di gerha kemahasiswaan lama.

“Setuju kalo ada fasilitas yang minimal sama dengan yang ada di sini (gerha kemahasiswaan lama), kemarin kami gak mau pindah karena gak sesuai masa kita pindah terus dapatnya yang lebih jelek gitu,” ujarnya.

Ayi Ahadiat selaku Wakil Rektor IV Unila menuturkan bahwa tentu sudah seharusnya seluruh kegiatan ormawa dapat dipindahkan ke gerha kemahasiswaan baru di samping alasan bahwa bangunan gerha kemahasiswaan lama sudah sangat tua dan adanya peralihan fungsi bangunan yang sudah direncanakan di Grand Masterplan Unila.

“Saya ingin menjawab bahwa harus full mahasiswa (pindah) di Graha mahasiswa yang baru meskipun dengan segala keterbatasan, karena itu adalah langkah yang strategis. Kalau di sini kan memang udah tua dan kemudian akan berubah pemanfaatannya, itu harus dilakukan dan nggak bakal kembali lagi mahasiswa kesini karena peruntukan zona mahasiswanya ada di sana (graha mahasiswa baru),” tuturnya.

Ia juga membenarkan bahwa untuk saat ini fasilitas yang dapat digunakan oleh mahasiswa masih terbatas.

“Saya rasa memang benar saya nggak membantah itu (kurangnya ruang graha kemahasiswaan),” terangnya.

Namun ia berharap bahwa nanti setelah fasilitas gerha mahasiswa telah memadai, mahasiswa dapat lebih meningkatkan produktivitasnya dalam berkegiatan.

Tak hanya itu, Sunyono selaku Wakil Rektor III Unila mengatakan bahwa dirinya sudah menerima banyak keluhan dari mahasiswa terkait fasilitas gerha kemahasiswaan yang masih kurang memadai dan belum mendukung kreativitas mahasiswa.

“Saya tahu dan saya sudah kontrol semua. Sudah saya catat sudah saya usulkan juga ke bu rektor semua. Malah ruang BEM atau DPM itu yang malahan bocor karena atap atasnya pecah,” pungkasnya.

Jam Malam yang Membatasi Ruang Ber Kegiatan Mahasiswa

Universitas Lampung (Unila) mendadak menerapkan sistem jam malam pada Jumat (14/02). Penerapannya dilakukan secara sepihak oleh birokrasi Unila tanpa mengadakan audiensi kepada mahasiswa terkait hal tersebut. Bahkan pihak keamanan langsung dikerahkan setelah perintah penerapan jam malam datang langsung dari pimpinan rektorat tanpa ada surat edaran untuk mahasiswa.

Riska Aulia Putri (Teknik Kimia ’22) sebagai salah satu mahasiswa yang ikut terimbas dari sistem jam malam ini menyebutkan bahwa dirinya tidak menerima surat edaran pemberitahuan terkait diterapkannya kebijakan jam malam. Ia juga mengungkapkan bahwa pembatasan jam malam membuat mereka sulit untuk berkolaborasi dalam rapat secara langsung.

“Kalau jam malam pemberitahuannya hanya dari penjaga gedung, itupun hanya sebatas lisan saja belum ada pemberitahuan tertulis. Pembatasan jam malam juga agak membatasi mahasiswa buat kolaborasi lebih lanjut. UKM penelitian sendiri kan kita banyak rapat kegiatan yang emang ngebutuhin waktu kadang sampai malam dan itu cukup mengganggu sih buat kita. Kadang dari jam 5 sore sudah ditegur dari satpam untuk selesai berkegiatan. Kadang kita bingungkan selain di sekret gak ada tempat lagi buat ngelanjut rapatnya,” ungkapnya.

Foto : Teknokra/ Yolanda Ria Kartika

Ia menduga penerapan jam malam ini diadakan sebagai antisipasi dari tindakan kriminal, aksi tidak senonoh, dan penyalahgunaan ruangan sekretariat yang sampai saat ini belum ada bukti kuat untuk membenarkan hal tersebut.

“Asumsinya mungkin dari pihak rektorat takut kita melakukan tindakan yang tidak baik dan dari penjaga gedung nggak nyampein alasan kenapa di lakukan pembatasan jam malam, cuman nyampein tidak ada jam malam mengantisipasi tindakan kriminal, mabuk-mabukan dan lain lain,” ucapnya.

Riska berharap agar kebijakan jam malam ini ditiadakan, dan kalaupun tetap diadakan ia meminta waktu yang diberikan lebih malam lagi, mengingat mahasiswa baru bisa melaksanakan kegiatan UKM pada sore hingga malam hari.

Dengan problematika yang terjadi, berdasarkan pasal 35 Peraturan Rektor Universitas Lampung Nomor 18 Tahun 2021 tentang organisasi kemahasiswaan berbunyi :

(1) Ormawa berhak memperoleh fasilitas, sarana dan prasarana serta perizinan maupun bantuan pendanaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

(2) Ormawa mempunyai hak-hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun sayangnya pasal tersebut tidak bisa menjadi acuan bagi Universitas Lampung (Unila) dalam memenuhi hak Ormawa. Bagaimana tidak, banyak sekali fasilitas yang masih belum memadai serta adanya penerapan jam malam yang mempersempit ruang bagi kegiatan mahasiswa.

Rizki Rizaldiano (Akutansi ’22), sebagai perwakilan dari UKM Bidang Seni (UKMBS) mengatakan adanya pembatasan jam malam ini sangat disayangkan terlebih lagi kebijakan ini akan membatasi mahasiswa untuk berkegiatan.

“Jangan sampai sih ya, kalo sampai ada jam malam kita disini gak bisa berkegiatan. Kalau tanggapan saya sih kalau untuk jam malam, kalau untuk membatasi mahasiswa untuk berkegiatan gak boleh harusnya,” jelasnya di gerha kemahasiswaan Unila, pada Sabtu (01/03).

Hal yang serupa juga dikeluhkan oleh Efasus Sitorus sebagai perwakilan dari UKM Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala). Menurutnya banyak dari mahasiswa yang tidak dapat berkegiatan di siang sampai sore hari karena adanya jam perkuliahan.

“Tidak setuju (diterapkannya kebijakan jam malam), kalo nggak setujunya karena kalo dari anggota kami yang perkuliahan nya itu ada yang sampai sore, kalau untuk temu waktunya itu dari magrib. Sehabis magrib baru bisa ketemuan, golden timenya lah,” tuturnya.

Habibullah Jimad selaku Wakil Rektor II Unila menyatakan bahwa penerapan jam malam ini sebagai langkah preventif dari pihak kampus untuk mencegah adanya tindakan-tindakan yang dapat mengganggu ketertiban kampus.

“Selama ini kan aktivitas itu sampai malam terus tapi kita nggak tahu ini aktivitas ini apa sebenarnya gitu kan makanya sebenarnya dibatasi tapi kalau memang misalnya ada hal yang dibahas urgent ada kegiatan yang harus dilakukan ya silahkan tapi lapor. Karena kita khawatir ini terjadi yang enggak-enggak gitu loh,” katanya.

Habibullah juga menegaskan bahwa dewan pembina ormawa harus dapat berperan aktif dalam mengarahkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan mahasiswa agar kegiatan yang hendak dilakukan tidak menimbulkan masalah-masalah yang seharusnya dapat dicegah sebelumnya.

“Kan di ormawa ini juga ada pembina ya. Nah silahkan pembina yang menjamin itu jadi maksud saya ya sama-sama dikomunikasikan loh ini kenapa pembatasannya tadi kekhawatirannya gitu,” tegasnya.

Keamanan Kampus yang Kurang Ketat

Kampus yang seharusnya menjadi tempat teraman dalam menimba ilmu dan berorganisasi, kini menghadapi suatu problematika dengan maraknya aksi pencurian di Gerha Kemahasiswaan Unila. Aksi pencurian baru-baru ini mengakibatkan sejumlah UKM-U menjadi resah dan merasa tidak aman lantaran jumlah barang yang hilang terbilang cukup banyak.

Hal ini disampaikan langsung oleh Melza Hepiliana (Hukum Tata Negara ’22), selaku wakil ketua umum satu Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPM-U). Ia mengaku jika sekret DPM-U telah dua kali kehilangan barang.

Melza menjelaskan bahwa pencurian mulanya terjadi pada Rabu, (05/03) sekitar pukul 03.00 WIB. Lalu kejadian tersebut kembali terjadi pada Sabtu, (15/3) sekitar pukul 02.00 WIB.

“Jadi DPM U sudah dua kali kemalingan, yang pertama tanggal 5 Maret sekitar jam 03.00 WIB kalo kejadian kedua di tanggal 15 Maret itu juga sama malam juga posisinya jam 02.00 WIB,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa sekret DPM-U telah banyak kehilangan barang. Berikut adalah daftar barang-barang yang hilang :

1. Kipas angin

2. ⁠Teko listrik (2)

3. ⁠Bingkai (2)

4. ⁠ATK (pulpen, pensil, penggaris, pita, staples, cap, gunting, map, lakban dll)

5. ⁠Galon

6. ⁠Karpet merah

7. ⁠Banner

8. ⁠Mineral dus

9. ⁠Perlengkapan kecil (cup, plastik, sedotan, tepung, tusuk sate, teko plastik, cangkir, piring, sunlight, dll)

10. ⁠Papan tulis

11. ⁠Colokan 4 arah

12. ⁠tralis

13. ⁠kotak tisu

14. ⁠ember plastik

15. ⁠tisu nice se pack 1000g

16. ⁠catur XL

17. ⁠kertas A4 (1 rim)

18. ⁠kertas F4 (1 rim)

19. ⁠buku absen baru

20. ⁠paperbag (2)

21. ⁠tali rapiah sebal

22. ⁠serok sampah

23. ⁠pengharum ruangan

24. ⁠clip

25. ⁠sapu (2)

26. ⁠termos nasi

27. ⁠karpet bulu

28. Karton

29. Trash bag

30. ⁠Sulak

31. ⁠kursi plastik (2)

Tak hanya itu, Meliza menambahkan pada pencurian yang kedua selain barang-barang sekretariat hilang, terdapat juga kerusakan pintu tralis yang diakibatkan oleh pembobolan oleh orang yang tidak dikenal.

“Kalau kerusakan itu di kemalingan yang kedua, kita kan ada pintu terus ada tralis, nah pada saat kemalingan yang kedua itu tralisnya di grenda jadi mereka masuknya ngegrenda tralis,” tambahnya.

Foto : Teknokra/ Bintang Rahmajani

Wakil ketua UKM Pramuka yakni Afifah Khairunnisa (Biologi ’22) juga ikut memberi pernyataan. Ia menyebutkan sekretariat UKM Pramuka sudah sering mengalami kehilangan barang, seperti gula, kopi, gelas, rice cooker, sendal, handphone, dan tabung gas.

“Sekret kami sering banget kehilangan barang, contohnya pada saat musyawarah akhir tahun kami kehilangan gula, kopi, dan gelas. Bahkan, kami pernah kehilangan printer, handphone, sendal, tabung gas, dan rice cooker. Kami tidak menyangka barang kecil seperti gula dan kopi bisa dicuri,” keluhnya.

Afifah juga mengaku telah melaporkan pencurian tersebut ke pembina pramuka, namun kurangnya barang bukti membuat kasus ini tidak dapat ditindaklanjuti, ia berharap kedepannya graha kemahasiswaan dapat diberikan fasilitas berupa cctv di setiap sudut ruangan.

“Kami sudah lapor pembina, tetapi kami kekurangan bukti. Kami tidak bisa menindaklanjuti karena takut perkara ini jatuhnya fitnah. Saran saya semoga gerha mahasiswa memiliki CCTV di berbagai arah,” harapnya.

Sunyono selaku Wakil Rektor III Unila telah meminta agar pihak keamanan pihak lebih meningkatkan kewaspadaan dan juga keamanan hingga gerha mahasiswa baru sudah terbangun

“Terlebih lagi Saat ini selain renovasi, prioritasnya juga membangun pagar untuk keamanan. pagar Insya Allah akan menjadi prioritas bu rektor mungkin rehab juga saya minta supaya itu diprioritaskan,” terangnya.

Ujung Dari Keresahan Mahasiswa Universitas Lampung

Habibullah Jimad selaku Wakil Rektor II Unila mengungkapkan bahwa ormawa dapat membuat Key Performance Indicators (KPI) yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dan efisiensi di dalam pencapaian dan kinerja di masing-masing ormawa Unila.

“Kenapa tidak dibuatkan Key Performance Indicators (KPI) untuk masing-masing ormawa jadi mereka juga terbiasa nanti ketika kerja. Dan ketika rapat yang dibahas apa KPI-nya bagaimana mencapai KPI ini, targetnya apa jadi ya tetap kan kalau mahasiswa itu mengasah daya nalar dan mengasah daya kritis,” jelasnya.

Hingga saat ini ribuan mahasiswa Unila menunggu kejelasan dan kepastian dari pihak Universitas atas semua keresahan yang terjadi sehingga perlu adanya tindak lanjut atas keluhan mahasiswa yang seharusnya telah diketahui oleh pihak Rektorat.

Penegasan dari pihak keamanan dalam menjaga gerak aktivitas mahasiswa yang diharuskan untuk berkegiatan di malam hari dan menjaga tingkat kepercayaan civitas akademika bukan justru dari pihak keamanan yang menjadi sumber ketidakamanan bagi mahasiswa untuk berkegiatan di kampus

Perlu adanya komunikasi yang lebih terjalin antara pihak Universitas dengan ormawa yang aktif agar dapat menemukan solusi konkrit yang sama-sama baik bagi kedua belah pihak, selain itu agar mahasiswa mengetahui dengan jelas alasan mengapa muncul pelarangan mahasiswa untuk berkegiatan di malam hari serta alasan relokasi gerha kemahasiswaan.

Mahasiswa pun diharapkan turut menjaga keamanan fasilitas yang sudah ada kendatipun itu masih kurang memadai dan realisasi berupa regulasi kebijakan yang dapat mendukung ormawa agar dapat lebih produktif dalam menghasilkan karya dan juga inovasi lainnya diluar kegiatan akademik formal.

Banyak sekali statement ataupun pernyataan birokrasi Unila terkait fasilitas yang akar permasalahannya bersumber dari adanya efisiensi. Unila tidak mencoba diversifikasi sumber pendanaan perguruan tinggi dengan status Badan Layanan Umum (BLU) yang bisa menerapkan diversifikasi sumber pendanaan, bahkan lebih fleksibel dibandingkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) biasa. Berdasarkan acuan penelitian dalam jurnal keuangan pendidikan tinggi, kampus BLU memiliki keleluasaan dalam mengelola keuangan untuk meningkatkan efisiensi dan mencari pendapatan tambahan.

Apakah nasib Unila di masa depan akan mengalami kemajuan ataupun kemunduran dalam memfasilitasi suatu kegiatan mahasiswa yang sewayahnya sudah tidak memikirkan tentang ruang untuk mewadahi kegiatan akademik maupun non-akademik lagi, namun akan tetapi lebih memprioritaskan bagaimana proses untuk mencetak prestasi sebanyak-banyaknya. Mengingat petikan kalimat dari presiden keempat Republik Indonesia

“Perjuangan mahasiswa bukan hanya di jalanan, tapi juga di ruang-ruang diskusi dan gagasan.” Kalimat ini menekankan bahwa aktivitas mahasiswa tidak hanya tentang aksi demonstrasi, tetapi juga harus mencakup pemikiran kritis, diskusi intelektual, dan pengembangan ide-ide untuk perubahan yang lebih baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

19 − 17 =