Translokasi Kukang, Harapan di Tengah Perdagangan Satwa Liar

273 dibaca

konservasi-2015

Banyak faktor yang menyebabkan perdagangan satwa liar tetap ada. Rupanya yang menggemaskan membuat kukang menjadi satwa paling diincar dalam perdagangan satwa liar. Mampukah kukang tetap bertahan?

teknokra.co: Cuaca semakin panas, ketika mobil rombongan konservasi kukang baru sampai di Bendungan Batutegi, Kabupaten Tanggamus sekitar pukul sebelas siang, Rabu (14/10). Rombongan pun masih harus menyeberangi waduk untuk sampai ke lokasi habituasi, yaitu di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)  Batutegi.

Rombongan yang terdiri dari Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Tim International Animal Rescue (IAR) Indonesia, dan beberapa wartawan, serta mahasiswa itu membawa sepuluh kukang yang dimasukkan ke dalam kadang transportasi yang terbuat dari aluminium yang diisi dedaunan agar kukang tidak terlalu stres selama perjalanan.

Translokasi kali ini akan melepasliarkan sepuluh kukang yang terdiri dari enam kukang jantan bernama Usum, Piala, Mix, Raffi, Indo, dan Alex serta empat kukang betina yaitu Lina, Binok, Kabut, dan Gisel. Mereka adalah sepuluh dari sekitar seratus kukang hasil sitaan BKSDA Jawa Barat di Serang, Banten pada November 2013 lalu.

Sesampainya di lokasi habituasi pertama, enam kukang dilepaskan di dalam kandang habituasi yang berukuran 12×13 meter dan dibatasi dinding fiber plastik sebagai rumah sementara. Di dalamnya terdapat tanaman dan pepohonan agar kukang bisa tidur dan terbiasa dengan kondisi alam di sekitarnya sebelum mereka siap untuk hidup di alam liar.

Seorang petugas dari BKSDA memasuki kandang dengan menaiki dan menuruni tangga, hal ini dimaksudkan agar kukang tidak dapat memanjat keluar kandang nantinya. Perlahan kadang transportasi yang berisi kukang ikut dimasukkan ke kandang habituasi. Petugas pun membuka tutup kandang transportasi dari belakang dan dilakukan tanpa menumbulkan suara, agar kukang tak merasa terancam, sehingga meminimalisir kemungkinan penyerangan dari kukang. Translokasi ini dilakukan siang hari saat kukang masih tertidur di kandangnya. ada tinga kandang yang disediakan di lokasi tersebut, masing-masing kandang diisi oleh dua kukang.

Sore harinya, usai memasukkan kukang ke kandang habitusainya, romb0ngan konservasi kukang melanjutkan perjalanan menuju camp Talang Ajir yang harus ditempuh menggunakan kapal motor. Hujan turun cukup deras kala itu, tapi tanslokasi kukang harus terus berjalan. Kondisi bendungan yang kering mengharuskan rombongan tersebut berjalan cukup jauh untuk mencapai camp Talang Ajir. Untungnya hujan mulai reda, sehingga memudahkan rombongan untuk membawa empat kukang yang ada di dalam dua kandang transportasi.

Hari pun mulai gelap, sampai di camp rombongan konservasi itu langsung membawa kukang yang tersisa ke kandang habituasi selanjutnya. Proses pelepasan kukang ke kandang habituasi kembali dilakukan. Perlahan-lahan petugas membuka tutup kandang trasnportasi dan meletakkan sebuah kayu di depannya, agar kukang mau keluar dari kandang dan memanjat ke atas pohon yang ada di dalam kandang habituasi.

Cukup lama menunggu, akhirnya seekor kukang menampakkan muka dan memanjat rating, sembari mengawasi rombongan konservasi yang berada di luar kandang. Akhirnya tiga kukang lainya juga keluar dari kandang transportasi, berjalan sangat lambat menaiki kayu-kayu yang disediakan petugas menuju ranting-ranting pohon. Rombongan pun tetap mengawasi kukang-kukang tersebut hingga tak terlihat lagi karena tertutupi ranting-ranting pohon.

Pengontrolan Kukang

Kukang akan berada di kandang habituasi selama tiga bulan, petugas yang terdiri dari  Oni Purwoko Basuki yang merupakan salah satu pendiri IAR dan empat warga asli Batutegi akan selalu memantau perilaku kukang. Kukang akan diberi makan satu kali setiap harinya sengan buah-buahan dan getah agar kukang dapat beadaptasi dengan cepat.

Setelah tiga bulan dan kukang dianggap telah beradaptasi dengan tempat tinggal barunya, kukang siap dilepasliarkan di alam liar yang masih berada di kawan hutan lindung Batutegi. Setelahnya kukang-kukang tersebut masih akan dipantau setiap malam, biasanya tiga orang petugas akan memantau dengan receiver yaitu alat pemantau yang akan menerima sinyal yang dikirim oleh radio collar yang dipasang di leher kukang. Sehingga petugas dapat menemukan kembali keberadaan kukang di alam.

Pemantaun tetap dilakukan demi keberlangsungan kukang di alam liar. Dari hasil pantauan patugas, selama ini kukang dapat menjelajah sangat jauh dari tempat ia dilepaskan.Pasca pelapasan, kukang akan menjadi begitu sensitif dengan keberadaan manusia, sehingga saat mengobservasi kondisi kukang, petugas harus menjaga jarak.

Petugas akan memeriksa keadaan fisik kukang, jika terdapat luka yang tidak dapat disembuhkan sendiri, maka petugas akan melakukan pertolongan, bahkan jika sudah sangat parah kukang akan dibawa kembali ke pusat rehabilitasi di Ciapus, Bogor untuk dioperasi.

Selain memantau dan belajar menangani urusan medis kukang, Oni dan empat petugas lainnya juga melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Batutegi. Penyuluhan kepada masyarakat sekitar mengenai satwa liar dan pengaruhnya terhadap rantai makanan dan kehidupan  di sekitarnya bertujuan agar masyarakat tidak mengganggu apalagi menaggkap satwa liar itu.

Oni menjelaskan, meski kukang diberi makan oleh petugas, kukang yang telah dilepaskan tidak akan kembali kea camp untuk meminta makan. Menurutnya kukang tidak seperti monyet yang akan langsung akarab dengan manusia, kukang tidak dekat dengan manusia. “Kukang bukanlah hama, tapi kukang juga bukan hewan yang patut dipelihara,” ujar Oni.

Keberadaan Kukang di Indonesia

Primata nokturnal yang termasuk dalam satwa liar yang dilindungi ini terancam punah akibat perdagangan ilegal satwa liar. Bentuknya yang menggemaskan, bahkan mirip seperti boneka, membuat banyak orang tertarik untuk memelihara satwa liar yang merupakan hewan endemik Indonesia itu. Di Indonesia terdapat tiga jenis kukang, yaitu kukang jawa (Nycticebus Javanicus), kukang sumatera, dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis). Berdasarkan data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), kukang jawa termasuk dalam kategori kritis atau terancam punah, sedangkan kukang sumatera dan kalimantan termasuk dalam kategori rentan punah.

Primata imut ini merupakan hewan omnivora, selain memakan buah-buahn, getah pohon, ia juga memakan serangga kecil yang hidup di malam hari. Gerakannya begitu lambat, namun jika ia merasa terancam, kukang akan bergerak dengan cepat. Meski menggemaskan, kukang ternyata memiliki racun yang cukup untuk membuat lawannya panas dingin. Racun tersebut terdapat di sikunya, ketika ia merasa terancam, kukang akan menjilati sikunya, giginya yang telah dilumuri racun akan menggigit lawannya. Racun kukang sebenarnya memiliki reaksi berbeda-beda tergantung pada tingat alergi si korban.

Sayang, tubuh menggemaskannya membuat kukang menjadi incaran untuk dijadikan hewan peliharaan. Ribuan ekor kukang ditangkap dari alam liar dan diperjualbelikan secara ilegal. Menurut informasi yang dihimpun dari IAR, pemburu menangkap kukang dengan cara menyanggah kukang yang sedang tidur menggunakan kayu panjang hingga kukang terjatuh.

Lalu kukang-kukang yang ditangkap akan dimasukkan ke dalam satu kandang bersamaan. Kemudian diserahkan kepada pedagang ilegal, gigi kukang akan dipotong supaya tidak dapat menggigit. Akibatnya, kukang akan kehilangan banyak darah dan terinfeksi karena perlakuan pedagang yang asal-asalan dan menyebabkan kematian sebelum dijual.

Penyelamatan Kukang

IAR, yayasan yang bergerak di bidang penyelamatan dan konservasi satwa liar di Indonesia ini mampu merawat dan merehabilitasi kukang hasil sitaan atau serahan dari pemilik kukang. Organisasi yang telah berdiri di Indonesia sejak Februari 2008 ini, berfokus pada upaya 3R+M yaitu rescue (penyelamatan), rehabilitation (rehabilitasi), realease (pelepasliaran), dan monitoring (pemantauan satwa pasca pelepasliaran). Di Indonesia tidak hanya menyelamatkan kukang (Nycticebus sp), IAR juga melakukan penyelamatan dan merehabilitasi primata lainnya, seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan beruk (Macaca nemestrina) pusat rehabilitasinya terdapat di Ciapus, Bogor, serta Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orang Utan (Pongo Pygmaeus) di Ketapang, Kalimantan Barat.

Kebanyakan satwa liar tersebut dititipkan oleh BKSDA untuk dirawat sebelum dapat dilepasliarkan kembali di alam. Satwa akan diperiksa dan dikarantina sebelum dilakukan tindakan selanjutnya seperti pengobatan dan rehabilitasi. Di IAR terdapat tim medis yang sangat lengkap untuk menangani satwa-satwa liar tersebut. Seperti dalam penanganan kukang, dokter spesialis gigi hewan akan memperbaiki atau mengganti gigi kukang yang rusak. Untuk kukang yang sudah tidak mungkin dilepasliarkan karena giginya tidak dapat diperbaiki, IAR menyediakan kandang khusus.

Sebagai salah satu pendiri IAR dan sudah bekerja di Indonesia selama kurang lebih tiga belas tahun, Oni mengatakan pemeliharaan dan penanganan satwa liar, hasil penyelamatan maupun serahan dari instansi terkait sudah mulai berbeda, menurutnya kini pemerintah lebih peduli dengan adanya proses hukum kepada pelaku perdagangan satwa ilegal.

Oleh Retno Wulandari    

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

9 + 6 =