Kampus  

Maksimalkan Biogas Dengan Zeolit

309 dibaca

Cadangan bahan bakar fosil yang terus berkurang dan mungkin saja habis, membuat biogas sebagai energi alternatif makin diminati. Tak hanya biayanya yang murah dan ramah lingkungan. Energi alternatif ini juga mudah untuk diolah sendiri. Terbukti, potensi biogas telah banyak diproduksi oleh pengolah limbah cair, industri makanan, dan pertanian.

Di Indonesia, kotoran sapi paling banyak digunakan untuk diproduksi sebagai biogas, hal itu karena banyakanya usaha perternakan di Indonesia. Biogas ini merupakan campuran gas hasil fermentasi anaerob dari kotoran sapi. Dari semua unsur yang terkandung dalam kotoran sapi, gas metana (CH4) yang berperan dalam menentukan kualitas biogas. Gas inilah yang dimanfaatkan untuk memasak, penerangan, atau pun pembangkit tenaga listrik dengan generator.

Namun kadar CH4 dipengaruhi oleh kadar karbondioksida yang juga terkandung dalam biogas ini. Jika kadar gas metana tinggi maka biogas akan memiliki nilai kalor yang tinggi pula, sebaliknya jika kadar CO2 yang tinggi maka nilai kalornya akan rendah. Untuk meningkatkan nilai kalor, kadar CO2 harus rendah.

Hal inilah yang menarik minat Yoanika Suci Aufa (Teknik Kimia’10) bersama kedua temannya Nur Hasanah dan Oktavia Devi meneliti caranya memperbarui kualitas biogas agar setara dengan bahan bakar lainnya seperti LPG. Ia pun terus mencari dari berbagai zat penyerap apa yang cocok untuk mengurangi kadar CO2 dalam biogas hasil kotoran sapi. Dengan percobaan dan saran dari Siparmin dan Sri Ismiati selaku dosen pembimbing mereka. Akhirnya, ia dan kedua temannya memilih menggunakan Zeolit alam Lampung sebagai adsorben atau zat penyerap.

Zeolit alam Lampung dipilih Yoanika dan rekan-rekannya karena mudah didapat serta harganya murah. Agar proses adsorbsi zeolit berjalan dengan cepat maka sebelumnnya harus dilakukan aktivasi terlebih dahulu, yang dapat dilakukan secara fisik dan secara kimiawi.

Secara Fisika yaitu dengan pengecilan ukuran, sebelumnnya zeolit harus diayak dulu untuk menyamakan ukuran. Lalu dipanaskan sampai 600 derajat celcius.Sedangkan secara kimiawi, aktivasi ini dibantu dengan larutan aktivator yang berupa asam klorida (HCL) dan basa (KOH). Aktivasi ini berfungsi untuk menghilangkan unsur pengotor pada zeolit tersebut.

Pemurnian gas ini dimulai dengan membuka keran gas atau valve yang menghubungkannya dengan penampung kotoran sapi sebagai biogas atau digester. Ketika biogas itu sudah tersedia maka gas itu akan mengalir dan bisa dilihat melalui alat pengukur yang disebut manometer, lalu gas itu akan menuju ke valve kedua menuju flowmeter yang mengukur berapa banyak gas yang mengalir per menit.

Gas kemudian akan masuk ke kolom absorbsi yang terdapat zeolit alam Lampung yang sudah teraktivas. Lewat selang biogas, gas yang sudah tercampur zeolit itu akan naik ke atas untuk menunjukkan hasil absorbsinnya. Setelah keluar ditampung hasilnya di pengukuran, yang selanjutnnya dilarutkan dalam larutan CaOH dua kali. Larutan yang berifat polar ini akan menyerap CO2 yang terkandung dalam gas tadi. Selain tidak bereaksi di udara bebas, larutan tersebut akan menentukan PH atau asam yang nantinnya menunjukkan kadar CO2 melalui grafik yang telah tersedia. Dengan berkurangnnya kadar CO2, biogas yang dihasilkan pun memiliki nilai energi yang sama dengan LPG.

Selain untuk pemurnian biogas, zeolit juga dapat digunakan penjernihan air, absorbsi emisi gas kendaraan mobil dan motor, dapat juga untuk mengikat logam-logam dari limbah cair, serta bisa digunakan pada bidang peternakan, kesehatan, dan masih banyak lainnya. Penelitian ini dilakukan di Pekon Kediri, Kecamatan Gedong Tataan. Tempat tersebut dipilih karena terdapat bayak ternak sapi, serta merupakan desa binaan para dosen Unila. Sehingga untuk sumber-sumber biogas telah tersedia di sana. Untuk penelitian ini Yoanika dan kedua temannya sudah menghabiskan biaya sampai dua juta rupiah. Penelitian mereka ini jugadiikutsertakan dalam Program Keatifitas Mahasiswa- Penelitian (PKM-P) yang masih menunggu pengumumannya sekitar bulan Juli ini.

Laporan: Retnoningayu Janji Utami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 + twelve =