Universitas berkewajiban mengantarkan mahasiswa menggapai masa depan dan mengembangkan daya inovatif, responsif, keterampilan, dan daya saing melalui pelaksanaan Tri Dharma (UU No. 12 Tahun 2012). Dalam rangka mendorong pola pikir ilmiah, entrepreneur pemuda dan pemberdayaan masyarakat, DIKTI menyelenggarakan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Program ini diharapkan memberikan peluang bagi mahasiswa untuk meningkatkan academic knowledge, skill of thinking, management andcommunication skill melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmu yang ditekuni.
PKM dibagi menjadi program penelitian eksakta (PKM-PE), penelitian sosial-hukum (PKM-PSH), teknologi terapan (PKM-T), pengabdian masyarakat (PKM-M), kewirausahaan (PKM-K), karsa cipta (PKM-KC), gagasan tertulis (PKM-GT), serta bidang artikel ilmiah (PKM-AI).
Seringkali mahasiswa masih mengalami kesulitan menemukan ide, penulisan, dan penganggaran yang berdampak pada rendahnya daya saing proporsal yang dibuatnya. Oleh sebab itu, diperlukan pendampingan dan pembinaan guna meningkatkan kualitas proposal dan peluangnya untuk dibiayai.
Secara garis besar, ada lima unsur yang harus dipenuhi dalam penyusunan PKM, yakni: kreatif, inovatif, novelty, up to date, dan aplikatif. Dari ke lima unsur tersebut intinya adalah pemunculan gagasan atau konsep baru yang memiliki nilai keaslian serta mudah diterapkan dan bisa menghasilkan nilai (ekonomis atau sosial) yang signifikan. Biasanya yang berpeluang tinggi adalah teknologi tepat guna dan solusi praktis terhadap permasalahan di sekitar.
Seperti ide membuat tes kit formalin dengan menggunakan tusuk gigi yang sebelumnya dicelupkan pada kunyit, pembuatan rompi antipeluru dari sabut kelapa pengganti kevlar, detektor telur busuk menggunakan senter yang dimodifikasi, kayu siwak sebagai bahan aktif pasta gigi (anti plak), anestesi dari racun bulu babi dan lain sebagainya.
Memang tidak mudah mendapatkan ide-ide sederhana yang aplikatif seperti ini, kuncinya harus banyak iqra’, membaca, mengamati, dan merenungkan. Allah menjamin jika kita memanfaatkan daya pikir maka ide untuk berkarya tidak akan terbatas. “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat Rabbku (ilmu pengetahuan), sungguh habislah lautan itu sebelum kalimat Rabbku habis (ditulis), meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula) (Al-Kahfi: 109).
Setiap tahun tidak kurang dari 7.500 proposal PKM yang didanai DIKTI. Mereka terseleksi diantara 50.000 proposal yang diajukan oleh mahasiswa seluruh Indonesia. Tahun 2016 ini, Unila berhasil meloloskan 67 proposal PKM. Capaian ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang 89 proposal.
Meski begitu tahun ini Unila menembus peringkat 17 nasional dalam perolehan PKM, atau peringkat 3 untuk universitas di luar Jawa di bawah Universitas Andalas (120 propsal) dan Universitas Halu Oleo (77 proposal). Peringkat ini naik tajam dari 2 tahun sebelumnya pada 2014-2015 dimana Unila tidak masuk 30 besar nasional dan hanya peringkat 9 di luar Jawa. Hal ini patut untuk diapresiasi sekalipun jika dipresentase antara jumlah proposal PKM dengan proposal yang didanai hanya 4,5%.
Rendahnya prosentase ini dikarenakan lebih dari 90% proposal yang diajukan mahasiswa Unila bukan berdasarkan passion melainkan karena diwajibkan oleh dosen, Wadek III, dan pengelola beasiswa. Hal lain yang harus menjadi concern bersama adalah anomali rendahnya partisipasi mahasiswa kedokteran dan hukum, padahal input mereka sangat tinggi dan selektif dalam menerima mahasiswa. Sebab di beberapa universitas biasanya mahasiswa kedokteran dan hukum leading dalam PKM.
Sementara Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) merupakan ajang adu kreativitas antar mahasiswa yang paling bergengsi di Indonesia. Ajang ini diperkenalkan pada tahun 1990 yang mana pesertanya diseleksi sekitar 400 proposal (5%) dari penerima PKM.
Ketika seorang mahasiswa dari suatu universitas mampu berprestasi di PIMNAS, maka pride dan grade dari universitas tersebut akan meningkat di kancah nasional. Tidak mengherankan jika semua universitas baik negeri maupun swasta berlomba untuk andil dan berprestasi di PIMNAS, tentunya dengan cara yang fair dan bermartabat. Hingga saat ini juara umum terbanyak PIMNAS masih didominasi Universitas Brawijaya dan Universitas Gajah Mada.
Prestasi Unila dalam event PIMNAS belumlah menggembirakan sekalipun setiap tahun selalu mengirimkan delegasi, padahal kita telah dua kali menjadi tuan rumah PIMNAS (1991 dan 2007). Sejak tahun 2006 hingga 2016 prestasi kelompok mahasiswa Unila yang lolos ke PIMNAS tidak optimal dan tidak ada satu peserta Unila yang mendapatkan medali, kecuali tahun 2013 kita berhasil mendapatkan satu medali perak (Fakultas Pertanian).
Jumlah proposal PKM sebesar 1.507 dari total mahasiswa Unila pada tahun 2016 masih sangat sedikit. Rendahnya capaian ini dikarenakan kurangnya informasi dan motivasi bagi mahasiswa. Masih banyak mahasiswa yang kurang faham tentang PKM, esensi dan strategi pemenangannya. Selama ini tim PKM Unila sedikit kewalahan dalam sosialisasi PKM ke fakultas-fakultas. Sehingga ke depan perlu dibentuk tim pemenangan PKM mulai dari jurusan, fakultas hingga universitas.
Sosialisasi juga harusnya dilakukan sejak dini, dimulai dari mahasiswa baru, jika perlu dimasukkan dalam materi Propti. Hal ini penting guna menjaring mahasiswa baru yang memang sudah aktif dalam KIR sejak masa SMA. Motivasi dapat ditingkakan dengan memberikan penyadaran mengenai manfaat PKM bagi kehidupan pasca kampus atau memberikan stimulus bagi pemenang PKM dan PIMNAS sebagaimana Universitas Brawijaya yang membebaskan SPP dua semester bagi pemenang PIMNAS dan penghargaan sebesar 20 juta bagi pembimbing juara PIMNAS. Tentu akan meningkatkan ghirah PKM di kampus tercinta ini.
Pendampingan perlu terus digalakkan. Pendampingan ini tidak hanya diserahkan pada pembimbing semata, melainkan juga tanggungjawab tim PKM. Selama ini yang cukup efektif dilakukan adalah adanya monitoring dan evaluasi (monev) internal yang dilakukan Unila sebelum pelaksanaan monev DIKTI.
Ke depan monitoring ini bisa dilakukan lebih dini dimulai dari tingkat jurusan dan fakultas yang memiliki wewenang ilmiah dalam memperbaiki dan menyempurnakan konsep dan hasil PKM, sementara monev tingkat universitas lebih dititikberatkan pada teknik presentasi dan strategi lolos dan menang PIMNAS. Suatu kesalahan fatal jika membiarkan mahasiswa kita bersaing dengan mahasiswa dari univeristas seperti UGM, ITS, UB tanpa persiapan dan strategi yang matang. Sementara mereka memiliki rekam jejak dan strategi paten untuk menang.
Selanjutnya, perlunya dana talangan dalam kegiatan PKM. Hal ini karena dana DIKTI biasanya turun pada bulan 5, sementara monev juga dilaksanakan pada bulan 5. Beberapa pembimbing bahkan harus mengeluarkan dana pribadi untuk menalangi kegitan PKM. Jangan sampai saat monev DIKTI mahasiswa belum melaksanakan kegiatan yang dijanjikan dalam proposal yang akan mengurangi kredibelitas mahasiswa dan Unila.
Integrasi PKM dengan kegiatan akademik perlu dilakukan, seperti tugas proposal PKM pada mata kuliah kewirausahaan dan rancangan percobaan. Bahkan perlu juga dikaji kemungkinan pengakuan PKM penelitian sebagai skripsi dan PKM pengabdian sebagai pengganti Praktik Umum (PU) atau Kuliah Kerja Nayata (KKN). Tentunya akan dapat mereduksi lamanya masa mukim mahasiswa.
Terakhir, kompetisi PKM skala fakultas dan universitas, baik tingkat mahasiswa lama (mala) atau mahasiswa baru (maba). Upaya ini akan menjadi ajang latihan sebelum bertanding di ajang PIMNAS. Dengan upaya-upaya ini kuantitas dan kualitas PKM Unila akan meningkat dan memperbesar kesempatan lolos PIMNAS. Lebih jauh akan tercipta academic atmosphere yang positif di kampus tercinta dan cita-cita the best 5th dalam PKM bisa diraih. Amien.
Oleh: Mahrus Ali
(Dosen Fakultas Pertanian Pemerhati PKM, Pemenang medali emas PIMNAS XIX Tahun 2006, Pembimbing mahasiswa Unila pemenang medali perak PIMNAS XXVI Tahun 2013)