teknokra.co: Mengenai krisis penyu yang ada di Lampung, (Himpunan Mahasiswa Biologi) Himbio FMIPA Unila memberi gambaran nyata kondisi penyu di Kelompok Konservasi Penangkaran Penyu yang ada di desa Muara Tembulih Kecamatan Ngambur Kabupaten Pesisir Barat, Sabtu (16/4). Sekitar 21 orang peserta dari berbagai kalangan nampak antusias mengikuti pemaparan dari beberapa pengurus konservasi tentang bagaimana siklus hidup penyu mulai dari menjadi telur, menetas, kembali ke laut, hingga kembali ke pantai untuk bertelur.
Menurut Brina Wanda Pratiwi (Kehutanan ‘12), salah seorang mahasiswa magang sejak Maret 2016, mengaku belum menemukan penyu mendarat di kawasan konservasi penyu pantai Ngambur. Namun beberapa bukti menunjukan keberadaannya, seperti karapas yang terserak di pasir pantai yang di perlihatkan Brina melalui kamera.
Malik (Kehutanan ‘12) menjabarkan tidak adanya penyu sejak Agustus 2015 disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling utama adalah faktor manusia. Lampu sorot kapal nelayan kini sudah mulai menepi ke pantai. Hal tersebut, tambah Malik yang kemudian membuat penyu tak bisa bertelur dipantai karena penyu merupakan hewan yang sangat sensitif akan cahaya. Jaring nelayan tersebut juga bisa jadi mempersulit penyu tiba di tepi pantai. Bukan hanya itu, telur penyu pun kadang diperjual belikan oleh warga sekitar untuk dikonsumsi sebagai obat. Selain itu faktor predator seperti biawak, anjing, dan monyet tidak terlalu mempengaruhi karena sudah adanya konservasi.
Ketua Pengurus Konservasi Penyu Wardana mengakui pernah membeli 100 telur penyu yang dihargai Rp.2500/ butir dari warga sekitar pantai pada akhir tahun 2015.
Aksi Lingkungan (Akling) merupakan salah satu acara dalam Pekan Konservasi Sumber Daya Alam (PKSDA) ke-20 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Biologi (Himbio) FMIPA Unila. Berbeda dengan tahun lalu yang mengambil tema sampah, kali ini Himbio mengambil tema Save Our Sea, Save Our Earth. Tema ini merujuk pada konservasi laut.
Salah satu peserta, Khairul Ikhwan (Biologi ‘13) merasa gembira dapat berkunjung dan menyaksikan langsung tempat penyu mengeluarkan telur. “Kesan pertama excited. Sayangnya tidak ada penyu disini sejak dua tahun lalu,” katanya. Kondisi penyu yang sepi di tempat penangkaran ini membuat beberapa peserta sangat menyayangkan mengapa hewan yang dilindungi keberadaannya bisa raib di kawasan pantai Ngambur.
Hal senada dituturkan peserta lain, Dedy Faturahman (22). Menurutnya kondisi penangkaran penyu sangat kurang perhatian dari pemerintah. Jumlah pengurus menurutnya terlalu sedikit. “Pemerintah harus sosialisasi ke warga agar tak merusak habitat dan mengambil telur penyu,” terangnya. Menurut Dedy senasib dengan gajah, penyu pun mungkin bisa jadi iconic Lampung.
Oleh: Yola Septika
Nyesel sih gak ikutan acaranya keren