Polemik Pemira BEM Unila 2024, Dugaan Kasus Kecurangan di FH

Foto : Teknokra/Daffa Falih
267 dibaca

Teknokra.co : Proses pemungutan suara Pemilihan Raya (Pemira) di Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) berlangsung tidak kondusif pada Senin, (23/12/2024). Kericuhan dipicu oleh aksi sejumlah oknum mahasiswa yang meminta transparansi absensi kepada Panitia Raya (Panra) di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Athallah Ananda Yeri (Hukum’23), selaku saksi mata sekaligus Panra, mengungkapkan kericuhan bermula dari permintaan seorang mahasiswa Fakultas Teknik untuk bukti transparansi absensi. Meski bukti telah diberikan, mahasiswa tersebut enggan menyebutkan identitas fakultasnya.

“Tadi pagi, ada satu oknum mahasiswa dari Teknik meminta transparansi absensi. Kami sudah beri bukti absensi, tetapi saat kami tanya dari fakultas mana, dia enggan untuk menjawab,” ungkapnya.

Athallah juga mengujarkan, kericuhan memuncak ketika rombongan mahasiswa Teknik kembali mendatangi TPS dengan jumlah lebih besar dan mengabaikan kesepakatan awal untuk tidak membuat kericuhan.

“Menjelang siang, datang gerombolan mahasiswa Teknik meminta bukti transparansi. Kami sudah berikan bukti akhirnya mereka mundur. Namun, beberapa dari mereka melakukan kericuhan. Padahal sebelumnya mereka berkata tidak akan melakukan kericuhan,” ujarnya.

Athallah juga menambahkan, beberapa oknum merekam aksi tersebut, yang semakin memperkeruh suasana. Meski tidak ada indikasi kekerasan fisik, keributan diwarnai teriakan dan suasana yang tidak terkendali.

“Saat perhitungan suara, tiba-tiba mereka datang gerombolan, lalu sengaja merekam video hingga akhirnya terjadi keributan. Keributan hanya diisi suara teriakan, tidak ada tindakan kekerasan fisik seperti saling memukul,” pungkasnya.

Menyoroti kericuhan yang terjadi pada Pemira Fakultas Hukum (FH), Helmy Fitriawan selaku Dekan Fakultas Teknik (FT) Universitas Lampung (Unila) turut hadir memantau kondisi kericuhan. Ia mengungkapkan alasan kehadirannya hanyalah untuk memantau kondisi agar tetap kondusif.

“Saya tidak memihak pihak mana pun, saya berhak untuk melihat situasi supaya tetap kondusif,” jelasnya.

Foto : Teknokra/Daffa Falih (Kericuhan Pemira FH)

Ayi Ahadiat selaku Plt Wakil Rektor III, juga hadir untuk memastikan situasi tetap kondusif. Ia mengungkapkan bahwa dugaan kecurangan harus ditindaklanjuti dengan alat bukti yang lengkap.

“Dugaan kecurangan itu harus kita buktikan dan tidak boleh berhenti hanya sampai dugaan-dugaan. Mari kita buktikan bersama-sama dengan alat-alat bukti yang lengkap,” ungkapnya.

Ia menegaskan indikasi kecurangan harus ditindaklanjuti secara transparan dan jika apabila terjadi kecurangan akan dilaksanakan pemira secara ulang. Ia juga menjelaskan apabila pemira ulang terjadi, maka pihak rektorat akan memfasilitasi untuk dilaksanakan pemira ulang.

“Kita bersepakat untuk Pemira ini yang bertatakelola pemilihan yang benar artinya transparan, adil, tanggung jawab, independen dan fair. Apabila terjadi indikasi kecurangan lebih baik kita pemira ulang, Kita pastikan hal-hal yang mungkin dirasa kita penuhi,” tambahnya.

Sepantauan Teknokra, kericuhan yang terjadi berakhir sekitar 17.00 WIB. Proses perhitungan suara kemudian dilakukan dalam ruang Dekanat Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila).

Sidang Bapra, Pembacaan Laporan dan Jawaban Dugaan Pelanggaran Pelapor

Polemik Pemilihan Raya (Pemira) Universitas Lampung (Unila) tahun 2024 terus berlanjut meski kericuhan di lapangan telah reda. Pasangan Calon (Paslon) 02 melaporkan dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Pemira di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Fakultas Hukum (FH) kepada Badan Arbitrase Pemilihan Raya (BAPRA) Unila. Laporan gugatan tersebut diajukan pada Selasa, (24/12/2024) dan diterima secara resmi oleh BAPRA pada Jum’at, (27/12/2024).

Foto : Teknokra/Andre (Pembacaan Laporan Dugaan Pelanggaran)

Athallah Indrasta (Teknik Elektro’18), selaku tim kuasa hukum Paslon 02, menyampaikan tiga poin petitum dalam gugatannya:

1. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Panitia Pemilihan Raya Universitas Lampung (No.068/PAN-PEL/PEMIRA/UL/XII/2024)

2. Memberhentikan tergugat karena dianggap telah melakukan kesalahan yang menguntungkan pihak terkait II.

3. Menyatakan bahwa Pemilihan Raya Universitas Lampung Tahun 2024 harus diulang.

Sidang pertama “Pembacaan Laporan Gugatan” digelar oleh BAPRA di Aula Graha Mahasiswa Baru pada Senin, (6/01). Sidang ini merupakan cara penyelesaian bagi kedua tim kuasa hukum paslon BEM berikan laporan terkait dugaan kecurangan pada Pemilihan Raya (Pemira) Universitas Lampung (Unila) tahun 2024.

Athallah mengungkapkan adanya praktik pencoblosan lebih dari satu kali. Hal ini ia simpulkan berdasarkan temuan sebuah video dari akun Tiktok @unila.shitpost yang menjadi alat bukti kecurangan. Terlihat di dalam video yang berdurasi 3 menit 45 detik tersebut terdapat seorang oknum mahasiswa yang diduga telah melakukan pencoblosan sebanyak 4 kali, dengan berganti-ganti pakaian dalam melakukan aksinya.

“Terlihat jelas dalam video, kami melihat jumlah mahasiswa yang hadir pada TPS Fakultas Hukum sebanyak 490 orang, sedangkan hasil suara sah sebanyak 538. Menurut kami terjadi kecurangan berupa pencoblosan lebih dari satu kali,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan, Panitia Pemilihan Raya (Panra) tidak menjalankan asas keterbukaan sesuai dengan PKBM-U Nomor 2. Panra dianggap tidak transparan dalam menyediakan absensi mahasiswa yang hadir selama proses Pemira berlangsung.

“Pihak tergugat adalah Panitia Raya yang tidak menjalankan asas-asas PKBM-U nomor 2 tentang keterbukaan. Mereka tidak memberikan transparansi absensi pada saat pemira berlangsung di Fakultas Hukum dan fakultas lainnya,” jelasnya.

Athallah berharap Bapra mampu mengadili sengketa Pemira dengan seadil-adilnya melalui peraturan-peraturan yang ada.

“Saya berharap Badan Arbitrase Pemilihan Raya mampu mengadili sengketa ini dengan seadil-adilnya, karena mereka merupakan badan yang bertanggung jawab dengan peraturan-peraturan yang ada,” harapnya.

Menanggapi gugatan tersebut, Ghraito Arif Kartono (Hukum’20) sebagai tim kuasa hukum Paslon 01, menyebutkan bahwa gugatan dari Paslon 02 adalah gugatan yang cacat formil. Menurutnya, dasar hukum yang digunakan penggugat, yakni PKBM-U 2023, sudah dicabut dan digantikan oleh PKBM-U 2024. Sehingga ia menegaskan bahwa gugatan paslon 02 masuk ke dalam kategori tidak jelas dan tidak dapat diterima secara hukum.

“Kami menyatakan gugatan ini adalah gugatan yang cacat formil karena dasar hukumnya sudah tidak berlaku di Universitas Lampung, serta dasar hukum yang dipakai oleh penggugat dalam PKBM-U 2023 telah dicabut dan digantikan dengan PKBM-U 2024,” tegasnya.

Sebagai bentuk pembelaan, Ghraito menyerahkan dokumen PKBM-U terbaru yang menjadi dasar hukum Pemira 2024.

“Kami telah memberikan bukti berupa dokumen PKBM-U yang dipakai oleh penggugat sudah tidak lagi bisa digunakan,” ungkap Ghraito.

Ghraito berharap agar sidang Bapra tidak berlarut-larut dan fokus pada pokok perkara.

“Kami berharap sidang BAPRA ini tidak berlarut-larut dan menguji langsung pokok perkara yang ada bersama-sama,” harap Graito.

Ketua Bapra Unila 2024 yakni Farhan Dwi Putra (Hubungan Internasional’21), menyatakan bahwa sidang ini digelar untuk membahas laporan-laporan yang diterima oleh Bapra. Sidang perdana ini menghasilkan agenda lanjutan berupa tahap pemeriksaan data bukti dan saksi yang akan dilakukan pada sidang berikutnya.

Sidang Lanjutan, Pemeriksaan Alat Bukti

Sidang kedua Badan Arbitrase Pemilihan Raya (BAPRA) Universitas Lampung (Unila) terkait dugaan kecurangan Pemira 2024 kembali digelar pada Selasa, (7/01) di aula graha mahasiswa baru. Persidangan kali ini berlangsung secara hybrid, yakni secara offline dan online, karena beberapa saksi berhalangan hadir secara langsung.

Sidang menghadirkan saksi dari paslon 01 dan saksi Panitia Pemilihan Raya (Panra) Universitas Lampung (Unila) untuk memberikan keterangan terkait proses Pemira di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Fakultas Hukum (FH).

Rizky Dewan Gaharu (Ilmu Hukum’22), selaku saksi dari paslon 01 memberikan penjelasan terkait kronologi pelaksanaan Pemira di TPS FH. Ia menjelaskan bahwa proses pencoblosan dimulai sejak pukul 08.00 WIB pagi dengan antrean mahasiswa yang cukup panjang. Pencoblosan selesai sekitar pukul 15.00 WIB atau 16.00 WIB.

“Jam 8 pagi sudah ada yang mengantri, selesai pencoblosan sekitar jam 3 atau 4 sore. Saksi kuasa hukum 02 meminta transparansi absensi dan membentak panitia raya. Sempet terhenti di anteran registrasi. Pelaku berakhir di usir secara paksa oleh Panra,” jelasnya.

Ia mengaku tidak melihat indikasi kecurangan hingga perhitungan suara selesai. Tak hanya itu, berita acara juga menyetujui bahwa perhitungan suara dilakukan secara di ruang tertutup. Ia juga menegaskan bahwa ia selalu memerhatikan kondisi pemira, dan tidak melihat ada oknum yang mencoblos lebih dari satu kali.

“Saya tidak melihat indikasi kecurangan apapun hingga perhitungan selesai dan semua menyaksikan perhitungan suara. Berita acara menyetujui perhitungan dan menyetujui perhitungan suara dilakukan secara tertutup,” ungkapnya.

Rizki juga mengungkapkan adanya permintaan transparansi absensi dari tim sukses (timses) Paslon 02 yang dilakukan dengan nada tinggi. Menurutnya, tindakan ini sempat mengganggu proses registrasi di TPS.

“Pagi menjelang siang, ada timses yang mengaku dari Paslon 02 mendatangi Panra sebanyak empat kali untuk meminta absensi. Mereka datang secara bergelombang, mulai dari satu orang, tiga atau empat orang, hingga rombongan lebih dari 20 orang. Akhirnya, satpam menghentikan aksi mereka,” jelasnya.

Raffi Nur Kholik (Ilmu Hukum’23), selaku Panra Universitas turut memberikan penjelasan terkait jalannya Pemira di FH. Ia menyebutkan bahwa proses perhitungan suara dilakukan di ruang Dekanat setelah adanya kegaduhan di TPS dan menegaskan tidak ada indikasi kecurangan atau intervensi selama proses Pemira berlangsung.

“Perhitungan suara dilakukan di dalam ruang Dekanat. Keputusan ini diambil oleh DPM U, timses 01, dan timses 02, karena ada kegaduhan di TPS. Proses ini diawasi oleh dosen dan satpam. Setahu saya, tidak ada kejanggalan selama Pemira. Kami tidak mendapatkan intervensi, dan proses perhitungan suara selesai pada pukul 17.00 WIB,” ujarnya.

Ia juga mengklarifikasi tuduhan bahwa Panra tidak netral. Menurutnya, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan ketidaknetralan Panra.

“Kami tidak membenarkan pernyataan tersebut karena tidak ada bukti konkret menyatakan bahwa kami tidak netral. Kami juga khawatir dengan adanya oknum yang terindikasi melakukan kegaduhan,” tambah Raffi.

Dalam sidang, Raffi mengungkapkan bahwa permintaan transparansi dari timses Paslon 02 dilakukan tanpa surat mandat yang jelas. Tindakan ini dinilai mengganggu jalannya Pemira di TPS FH. Ia juga menyebutkan bahwa kegaduhan yang terjadi berhasil ditangani oleh satpam.

“Pada 9.20 WIB timses meminta transparansi tetapi dengan anarkis, kemudian kami menolak karena menganggu proses pemira. Tidak ada surat mandat dan tidak tahu bagaimana ada tidak nya. Mereka tiga kali melakukan aksi kegaduhan, tetapi dapat dihentikan oleh satpam,” pungkasnya.

Sidang Akhir, Pembacaan Hasil Keputusan

Sidang Majelis BAPRA di Universitas Lampung (Unila) mengakhiri proses persidangan terkait gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat pada Jum’at, (10/01). Dalam hal ini, jajaran majelis sidang Bapra telah mengkaji laporan dan pemeriksaan bukti sehingga keputusan akhir siap dibacakan.

Rakha Restu Aghsya (Ilmu Hukum’21), selaku Majelis sidang Bapra menjelaskan bahwa gugatan yang diajukan oleh penggugat tidak memenuhi syarat formil. Dalam keputusan tersebut, Majelis Bapra memberikan waktu kepada penggugat untuk memperbaiki draft gugatan, tetapi penggugat tidak menindaklanjutinya.

“Majelis berpandangan bahwa penggugat tidak memenuhi syarat formil. Majelis memberikan waktu bagi penggugat untuk memberikan draft gugatan, tetapi tidak diindahkan oleh penggugat,” jelasnya.

Ia juga menegaskan gugatan yang diajukan tidak disusun sesuai tata cara yang baik. Gugatan yang diajukan merupakan fakta-fakta konkret dan berlandaskan hukum. lalu ia menyatakan bahwa jika ada oknum mahasiswa mencoblos lebih dari satu kali, maka harus dilakukan pembuktian terlebih dahulu sebelum diajukan ke dalam forum Bapra.

“Gugatan yang diberikan masih kurang seharusnya jika benar ada oknum mahasiswa mencoblos lebih dari satu kali, maka harus dilakukan pembuktian terlebih dahulu kepada DPM, Wakil Rektor III atau Wakil Dekan III Kemahasiswaan dan Alumni, sebelum diajukan ke dalam forum Bapra Unila agar posita memiliki alasan hukum,” ujarnya.

Sebagai hasilnya, Bapra menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima sehingga menghasilkan surat keputusan sebagai berikut.

1. Dinyatakan gugatan yang diajukan penggugat tidak dapat diterima.

2. Dinyatakan surat keputusan Panitia Raya Universitas Lampung (No.068/PAN-PEL/PEMIRA/UL/IX/2024) benar menurut hukum dan berlaku mengikat.

Surat keputusan hasil sidang tersebut ditandatangani pada pukul 15.49 WIB.

Sebelum sidang ditutup, keputusan ini langsung mendapat respon keras dari penggugat. Athallah Indrasta (Teknik Elektro’18), menentang keputusan tersebut. Menurutnya, Bapra tidak bersikap profesional dalam melakukan proses persidangan. Ia juga merasa bahwa mahasiswa hukum sangat diuntungkan dalam persidangan.

“Kami sebagai penggugat masih kurang paham tata penulisan isi laporan gugatan yang baik, kami sudah minta penjelasan. Anda seharusnya bisa berikan contoh agar kami paham. Mana buktinya bahwa kalian memberikan kejelasan, kalau mahasiswa hukum pasti sudah paham dengan seperti ini,” jelasnya.

Athallah juga menanyakan dasar hukum yang dipakai oleh Bapra, tetapi tidak diberikan secara langsung.

“Saya minta mana dasar hukum yang kalian pakai? Kalian pakai asas-asas hukum di Indonesia, sedangkan asas-asas hukum yang kita pakai ini adalah asas-asas hukum dalam PKBM Unila, mana aturan yang kalian pakai,” ujarnya.

Athallah juga menyatakan bahwa majelis memulai persidangan meski beberapa majelisnya tidak hadir, dan telah melewatkan saksi dari pihak 02.

“Ini kalian kenapa hanya berdua, dimana lainnya. Terus kenapa kalian melewatkan saksi dari pihak kami, tidak ada informasi untuk kami. Bagimana bisa kalian mengadili kami disini?,” tegasnya.

Dalam hal ini, majelis menyatakan bahwa penggugat tidak mempercayai integritas mereka selaku majelis Bapra.

“Jika anda tidak mempercayai kami, berikan laporan gugatan kepada WR III yang sebelumnya sudah kami sampaikan,” jelasnya.

Lalu persidangan Bapra diakhiri pada pukul 16.00 WIB. Setelah sidang ditutup, pihak penggugat menyatakan akan mengajukan banding kepada WR 3 sebagai upaya untuk membuktikan keabsahan klaim mereka. Athallah selaku tim kuasa hukum 02 saat diwawancarai, ia menegaskan tidak menerima hasil keputusan dan akan mengajukan banding ke WR III.

“Tidak menerima hasil keputusan sidang, iya saya mengajukan banding ke WR III,” tegasnya.

Sidang keputusan Pemilihan Raya (Pemira) yang baru saja dilaksanakan menyisakan beragam pendapat dari berbagai pihak yang terlibat.

Dimas Prasetio (Ilmu Hukum’21), selaku ketua panitia raya (Panra) Universitas mengatakan bahwa semua harus saling menghormati keputusan yang telah diberikan majelis.

“Penggugat mempunyai alat bukti adanya indikasi kecurangan, tetapi kami telah menyampaikan apa yang terjadi pada saat pemungutan suara. Menimbang hasil keputusan majelis, kita semua harus saling menghormati keputusan yang telah diberikan,” ujarnya.

Dimas juga menegaskan bahwa landasan hukum Panita Raya ialah PKBM-U 2023, dan keterangan mengenai absensi yang disampai penggugat itu tidak benar.

“Kami menggunakan PKBM-U 2023. Setelah kami periksa kembali, keterangan absensi itu tidak benar,” tegasnya.

Ghraito Arif Kartono (Hukum’20), selaku kuasa hukum 01 menanggapi terkait hasil keputusan sidang. Ghraito tentunya mengapresiasi keputusan yang dibacakan oleh majelis karena gugatan yang diajukan tidak memnenuhi syarat formil. Ghraito juga menegaskan terkait isu PKBM-U 2024, bahwa pencabutan dan keberlakukan nya PKBM-U tidak memiliki kejelasan yang mengikat.

“Kami memang mengetahui diberita acara bahwa PKBM-U yang resmi digunakan adalah tahun 2023. Namun, pada pengesahan PKBM-U 2024, maka PKBM-U 2023 telah dicabut. Artinya keberlakuan ini sejujurnya tidak memiliki kejelasan yang mengikat,” ujarnya.

Farhan Dwi Putra (Hubungan Internasional’21), selaku ketua Bapra menyampaikan pandangan nya terhadap suasana akhir sidang putusan. Menurutnya, meskipun hasil keputusan sudah dibacakan, terdapat ketidakpuasan dari beberapa pihak, terutama terkait ketidakhadiran salah satu majelis yang sedang melaksanakan kegiatan KKN.

“Hasil keputusan telah dibacakan, kebetulan majelis yang hadir hanya dua, satunya berhalangan hadir karena sedang melaksanakan KKN. Selain itu sangat disayangkan karena majelis melewatkan saksi dari pihak 02 sehingga tidak memberikan keterangan pada saat pemeriksaan data bukti. Mungkin itu yang membuat dia menganggap keputusan ini tidak sah,” jelasnya.

Farhan menegaskan juga bahwa Bapra telah berusaha melibatkan saksi-saksi dari pihak 02, namun belum ada jawaban apapun. Oleh karena itu, meskipun saksi dari pihak 02 tidak hadir, majelis tetap melanjutkan proses sidang dan memutuskan perkara tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa majelis Bapra sejauh ini merujuk landasan hukum pada 3 hal yaitu Wakil Rektor, Peraturan Pemira, dan PKBM-U.

“Landasan hukum Majelis Bapra sejauh ini merujuk pada tiga hal, yaitu Wakil Rektor, peraturan pemira, dan PKBM. Saudara Athallah juga menganggap aturan sidang harus merujuk ketiga hal itu, tetapi memang dalam persidangan terdapat Undang-Undang dan lain sebagainya sehingga hal tersebut membuat Athallah rancu terhadap hasil keputusan dan merasakan keputusan tersebut diluar konteks dari asas-asas yang berlaku,” tambahnya.

Menanggapi kemungkinan adanya banding dari pihak penggugat, Farhan menjelaskan bahwa jika benar pihak penggugat mengajukan banding kepada Wakil Rektor (WR) III, keputusan sepenuhnya ada di tangan WR III.

“Jika memang benar, maka keputusan sepenuhnya ada di WR III,” jelasnya.

Farhan mengharapkan pentingnya menjaga keadilan dalam setiap keputusan yang diambil.

“Harapannya semoga elemen-elemen pada Bapra ini dapat memutuskan suatu perkara secara adil menggunakan asas keadilan dan objektif berdasarkan alat bukti yang ada, harapan nya semoga Bapra dapat lebih independen dan tidak terpengaruh oleh intervensi pihak mana pun,”pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ten + 4 =