teknokra.co: Di era serba digital kini, benda yang dipegang terkahir dan yang paling awal dicari orang adalah smartphone. Menurut Juwendra Asdiansyah ada dua hal mencolok dalam penggunaan gawai; mengetahui apa yang terjadi pada kita dan apa yang terjadi pada orang lain.
Data yang ia sadur dari Global Digital Snapshot menunjukkan bahwa dari 7.210 milyar penduduk bumi, setengahnya atau 5.088 milyar orang adalah pengguna internet dan media sosial. Di Indonesia, Facebook, Path, Instagram dan Twitter yang paling digemari. Juwendra pun memberi data dari APJII (Asosisasi Penyelenggara Internet di Indonesia) yang memberi fakta bahwa sebanyak 88 juta orang adalah pengguna internet dan rata-rata pengguna berusia 18-25 tahun.
“Kini ada perubahan perilaku, kita hanya menjadi orang-orang yang show,” ungkap Juwendra. Akhir-akhir ini, banyak orang sering mengupload aktivitas penting sampai aktivitas yang tidak perlu dipublikasikan seperti misalnya Juwendra memberi gambaran orang mempublikasikan aktivitas orang yang sedang makan siomay di pinggir jalan. “Kebanyakan orang yang memiliki gadget akan mempublikasikan aktivitas mereka di media sosial,” tuturnya. Dengan kecanggihan gawai yang kini memiliki fitur kamera yang baik, semakin menunjang orang-orang untuk memperbaharui status maupun membuat artikel. Selain itu, Juwendra juga mengamati orang-orang yang menggunakan media sosial memiliki sifat ‘kepo’ atau julukan bagi orang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan suatu hal. “Dari dulu, jurnalisme selalu dipengaruhi oleh teknologi yang ada. Perkembangan dari zaman ke zaman dari mulai penemuan kertas dan mesin cetak, berlanjut dengan penemuan radio, kemudian ke televisi dan menjadi online,” terang Juwendra.
“Survey mengatakan bahwa setiap orang rata-rata membuka gadget minimal 2-3 jam per hari, sedangkan media cetak jarang,” kata Juwendra. Pria yang kini memimpin Duajurai.com ini pun menggambarkan akan nasib media cetak di era gawai seperti saat ini. Koran-koran terbesar di negara adikuasa oplah-nya mulai menurun, salah satunya Washington Post. Namun Washington Post diselamatkan oleh amazon.com sebagai portal online. Senasib dengan Washington Post, New York Times Amerika bahkan harus meyewakan ruang kepada pihak portal online untuk membangun kembali menjadi media online. Dan kini, beberapa perusahaaan koran baik dunia maupun Indonesia bangkrut. Juwendra mengambil contoh Tribun Lampung yang harus mengurangi oplahnya menjadi 11.000. Kini keinginan untuk membeli koran pun semakin berkurang karena pembacanya semakin berkurang namun harga koran semakin mahal. “Jika tidak bisa memberikan liputan yang sedang hangat di masyarakat maka itu adalah sebuah kegagalan. Wartawan harus berpkir bagaimana tulisan yang ditulis harus dibaca banyak orang,” tutur Juwendra.
Media sosial merupakan alat pendistribusian dari media online yang dikelola, selain itu agar liputan di media online dibaca banyak orang, maka keywords pada Search Engine Optimization (SEO) harus bisa menggaet banyak orang untuk melihat dan membacanya. Dalam hal ini, Juwendra mengatakan para pengelola media pers harus aktif menggunakan media online.
Konten liputan media online yang paling banyak disukai, dibagikan dan dibaca akan menjadi “top of search engine”. Dalam media online, konten adalah raja sedangkan distribusi adalah ratu. Syarat agar membuat liputan pada media online yang baik adalah konten harus bagus, banyak disukai orang dan harus didistribusikan ke banyak orang serta menjadi konten yang bermanfaat dan berpengaruh bagi masyarakat awam sehingga bisa menjadi konten viral. Konten viral sendiri merupakan konten yang mampu dibagikan orang-orang banyak. Konten viral tidak sama dengan konten yang banyak dibaca. Konten viral sudah pasti banyak dibaca namun konten yang banyak dibaca belum tentu menjadi konten viral.
“Sesuatu konten (pada media sosial) yang dianggap keren, belum tentu konten yang berat. Namun kini konten ringan pun seperti video PPAP yang kini bisa menjadi viral,” terang Juwendra. Untuk menjadi konten yang viral, tambah Juwendra pelaku media harus sering membagikan ke media sosial. Konten yang bersifat emosional seperti lucu, senang atau sedih juga memiliki pengaruh pada keviralan suatu berita.
Juwendra menambahkan bahwa media sosial adalah ajang narsis untuk menjadi orang baik, maka biasanya akan cenderung membagikan konten yang baik. Selain itu memiliki nilai praktik (tips & trick). Konten yang ‘gue banget’ atau yang dekat atau sesuai dengan diri seseorang biasanya akan sering dibagikan ke teman-temanya. Selain itu biasakan membuat konten yang trending topic (pembahasan banyak orang).
Minggu (30/10/2016), Juwendra Asdiansyah memberikan materi pada Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Dasar Se-Lampung (PJMTD) Kronika dengan materi Jurnalisme Online di gedung Munaqosoh Lt.3 STAIN Siwo Jurai Metro. Ini merupakan hari kedua PJMTD, yang diikuti 15 orang peserta dari Kronika, Teknokra dan IAIN Raden Inten.
Laporan: Kalista Setiawan
Editor: Yola Septika