Masyarakat Lampung Tuntut Hapus Ancaman dan Kekerasan Terhadap Perempuan

Puluhan masyarakat Lampung yang tergabung dalam Komunitas Perempuan untuk Keadilan Lampung (KPK) tuntut hapus ancaman dan kekerasan terhadap perempuan di Bundaran Tugu Adipura pada Jumat, (8/3). Aksi ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret. Foto : Teknokra/Dede Maesin
238 dibaca

Teknokra.co : Puluhan masyarakat Lampung yang tergabung dalam Komunitas Perempuan untuk Keadilan Lampung (KPK) tuntut hapus ancaman dan kekerasan terhadap perempuan di Bundaran Tugu Adipura pada Jumat, (8/3). Aksi ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret. Tema yang bertajuk “Ancaman Demokrasi dan kedaulatan Pasca Pemilu 2024” dipilih  dalam aksi ini, lantaran perempuan masih rentan terhadap ancaman bahkan kekerasan yang lebih kompleks.

KPK ini terdiri dari berbagai lembaga, organisasi, dan jaringan diantaranya AJI Bandar Lampung, Solidaritas Perempuan Sebay Lampung, LMID, SMI, Lampung Ngopi, Walhi Lampung, LBH Bandar Lampung, Temen Ngopi, FKMPI, dan sejumlah mahasiswa.

Koordinator Lapangan (Korlap), Tami menjelaskan bahwa aksi ini merupakan upaya yang dilakukan untuk perempuan segera mendapat perlindungan. Terlebih pihaknya menuntut 10 tuntutan kepada pemerintah untuk segera diwujudkan, terutama demi kesejahteraan perempuan.

“Mewujudkan reforman agraria pada gender untuk menuntut pemerintah menghapus relasi perempuan dan laki-laki dalam akses lahan pangan di perempuan pesisir dan juga tambak garam,” jelasnya.

Ia melanjutkan, pihaknya akan terus mendesak pemerintah untuk mengesahkan Undang-undang (UU) Pekerja Rumah Tangga (PRT) serta mencabut UU Omnibus Law.

“Menuntut pemerintah mensahkan undang-undang PRT dan juga tentunya menolak dan menuntut pemerintah mencabut undang-undang omnibus law,” lanjutnya.

Sorakan orasi dikeluarkan oleh masyarakat Lampung ini sebagai bentuk upaya menyuarakan kesetaraan gender, mendukung, dan membuat diskusi bersama berbagai kelompok organisasi dan jaringan. Tak hanya itu, dalam hal ini juga memberikan kapasitas dan peningkatan pengetahuan terkhusus perempuan.

Tami juga menyebutkan, bahwa dalam hal ini tidak hanya dilakukan pada hari tertentu, namun rutin dilakukan oleh pada organisasi dan kelompok jaringan dengan  bentuk kegiatan hal lain, seperti diskusi dan semacamnya.

“Ya tentu saja tuntutan terus kami suarakan di dalam tidak hanya pada momentum,” tuturnya.

Adapun sepuluh tuntutan yang dikeluarkan diantaranya sebagai berikut.

1. Menghapus segala kekerasan serta diskriminasi terhadap perempuan.
2. Melibatkan perempuan dalam pengambilan setiap kebijakan dan mengakomodir kepentingan perempuan.
3. Mewujudkan reforma agraria yang adil gender.
4. Menuntut pemerintah memperhatikan isu global yang berdampak pada perempuan.
5. Mencabut Omnibus Law, UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
6. Menjamin relasi yang setara, pengakuan, kesetaraan akses serta lahan bagi perempuan yang tertuang dalam UU No 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan.
7. Menghentikan mekanisasi, homogenisasi pertanian, serta mengembalikan kearifan lokal pangan perempuan.
8. Mengesahkan RUU PRT, dan RUU Perlindungan Adat.
9. Memaksimalkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan beri jaminan sosial, serta rehabilitasi terhadap korban Kekerasan Seksual.
10. Mewujudkan peradilan pidana yang adil bagi perempuan buruh migran.
Penulis: Yolanda Ria KartikaEditor: Sepbrina Larasati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three × 2 =