teknokra.co: Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila) adakan kuliah umum secara daring bertajuk “Pemanfaatan Ternak Molekuler untuk Seleksi Ternak Unggul” via Zoom pada Rabu, (02/09).
Dyah Maharani, pemateri pertama pada kuliah umum ini mengungkapkan rekayasa genetika ternak dapat dilakukan untuk mendapatkan produktifitas ternak yang unggul. Namun, kendala dalam melakukan penelitian ini menurutnya adalah mahal dan sukar dilakukan.
“Pendekatan molekuler menggunakan dana yang lebih tinggi di awal, tetapi menjadi rendah dan efesien di kemudian hari,” ungkapnya.
Metode yang dapat dilakukan di antaranya yaitu genom editing dan kloning. Dosen Peternakan UGM ini menjelaskan kloning dapat berarti suatu proses untuk menggandakan sejumlah individu yang secara genetik bersifat identik.
Ia menjelaskan kloning dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu kloning DNA rekombinan, kloning reproduktif, dan kloning terapeutik. “Kloning reproduktif digunakan untuk menghasilkan hewan yang sama. Contohnya yang paling legend domba Dolly,” jelasnya.
Sulastri, pemateri kedua pada kuliah umum ini menjelaskan seleksi genetik dapat dilakukan secara konvensional dan modern. Namun, keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu memilih individu bermutu genetik baik. Seleksi genetik konvensional dapat dilakukan dengan estimasi parameter genetik.
“Bila heritabilitas rendah, lakukan estimasi parameter genetika terlebih dahulu untuk sifat-sifat ekonomisnya,” jelasnya.
Dosen Peternakan Unila ini mencontohkan kambing Saburai sebagai hasil grading up dari persilangan kambing Boer dan kambing PE. Ia mengungkapkan awal penelitian kambing Saburai dilakukan pada 2002 dan baru mendapatkan pengakuan sebagai rumpun ternak oleh Mentri Pertanian pada 2015.
“Awalnya kita silangkan kambing Boer jantan dengan kambing PE betina. Hasilnya kambing Boerawa (F-1). Setelah itu, kambing boerawa betina kita silangkan lagi dengan kambing Boer jantan. Anak persilangan ini yang disebut kambing Saburai,” jelasnya.
Sulastri menambahkan kambing Saburai menurunkan sifat genetik 75 persen dari tetua jantan (kambing Boer) dan 25 persen kambing PE. “Performanya mengalami peningkatan, tetapi memiliki daya adaptasi kambing lokal,” ujarnya perempuan yang juga Dewan Pakar ISPI (Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia) cabang Lampung ini.
Penulis: Chairul Rahman Arif